Minggu, 01 September 2013

KETERBUKAAN DAN KEMUDAHAN AKSES INFORMASI PUBLIK SEBAGAI PERWUJUDAN DAN PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA

Oleh : Ajarotni Nasution, S.H.,M.H[1]

I. PENDAHULUAN
 
             Jika berbicara tentang kebebasan memperoleh informasi maupun kemudahan akses informasi publik, maka secara implisit juga berbicara tentang hak asasi manusia. Hal ini karena informasi adalah bagian integral dari komunikasi antar manusia, dan mendapatkan informasi merupakan hak yang melekat pada fitrah manusia, yang senantiasa tidak bisa terlepas dari komunitasnya karena manusia adalah bagian dari masyarakat yang selalu berhubungan satu sama lain melalui komunikasi dalam perikehidupan sosialnya. Manusia memerlukan kebebasan dalam berkomunikasi, untuk menuangkan buah pemikirannya tanpa ada ancaman maupun paksaan sehingga keterbukaan dan kemudahan terhadap akses informasi merupakan prasyarat bagi kebebasan untuk memperoleh informasi. Kebebasan informasi merupakan hak asasi manusia sebab informasi adalah bagian integral komunikasi antar manusia[2].
             Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya. Hampir dalam setiap aspek kehidupan manusia, mulai dari kegiatan memperjuangkan diri sendiri dan kelompok masyarakat sampai dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, memerlukan informasi. Tanpa penguasaan informasi, kehidupan seseorang, organisasi atau bangsa  akan tertinggal oleh kemajuan dan perubahan jaman yang terus bergerak. Dalam ranah publik yang demikian, informasi yang akurat dan berimbang akan dapat membantu masyarakat dalam mengolah dan menganalisis untuk memperoleh pemahaman terhadap suatu permasalahan. Selain itu, kebebasan dan kemudahan untuk memperoleh informasi adalah sebagai sarana kehidupan berdemokrasi. Untuk itu kebebasan mencari, memperoleh dan menyebarluaskan informasi merupakan hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara yang tidak boleh dihambat dan  dihalang-halangi.     
            Hak atas informasi yang merupakan salah satu hak asasi manusia, tidak akan efektif apabila tidak ada keterbukaan dan kemudahan dalam memperoleh akses informasi yang lebih luas dan tidak terdistorsi, karena keterbukan informasi merupakan penentuan kadar dan nilai bagi  kehidupan demokrasi. Keterbukaan informasi adalah sekaligus sebagai perangkat bagi masyarakat untuk mengontrol dan mengawasi setiap langkah penyelenggara negara. Dalam sebuah sistem demokrasi yang menyatakan kekuasaan berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, semestinya rakyat juga memiliki hak mengkritisi dan mengontrol setiap kebijakan yang diambil dan dijalankan pemerintah.
               Untuk menyongsong sebuah masyarakat yang demokratis memerlukan dukungan perangkat hukum dan  kontrol masyarakat terhadap penyelenggara negara. Salah satu cara memperkuat kontrol masyarakat itu adalah adanya jaminan untuk memperoleh informasi. Dengan adanya transparansi dan keterbukaan informasi  penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan oleh pemerintah dapat dicegah sehingga pada ahirnya akan tercipta pemerintahan yang bersih, transparan dan akuntabel.
               Konsep transparansi dan informasi tidak saja berkaitan erat dengan akuntabilitas tetapi juga dengan rule of law pada umumnya[3]. Kedua konsep tersebut dapat dipandang sebagai prasyarat yang diperlukan bagi keberhasilan partisipasi masyarakat umum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa adanya partisipasi dan kebebasan memperoleh informasi tidak akan ada interaksi antara warga negara dan pemerintah, yang dapat mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Kebebasan memperoleh informasi mampu menciptakan pemerintahan yang bersih, mencegah Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN) dan meningkatkan kualitas partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik dan meningkatkan kualitas pengawasan publik. Dengan demikian trasparansi dan keterbukaan informasi dapat dipandang sebagai  pendukung tata pemerintahan yang baik dan akuntabel.
                Good Governance menentukan pentingnya parsisipasi aktif masyarakat sipil dan jika masyarakat ini tidak diberikan  sesuatu (hak-hak dasar) sebagai imbalan atas partisipasi mereka, kerja sama tersebut akan memburuk. Partisipasi harus dipahami sebagai komunikasi dua arah, sebagai dialog, yang merupakan perwujudan dari kedaulatan rakyat, tanpa dialog dan interaksi masyarakat maka badan-badan pemerintah akan kehilangan legitimasinya yang merupakan basis yang mereka butuhkan[4].
             Keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi tergantung kepada keterbukaan dan kemudahan memperoleh informasi. Jika dihubungkan dengan kebebasan media, transparansi dan informasi merupakan kondisi yang diperlukan bagi pembangunan yang parsipatif. Masyarakat dapat melakukan partisipasi dalam berbagai tingkatan. Masyarakat umum memiliki kepentingan dalam mempengaruhi disposisi pemerintah untuk mengeluarkan informasi publik, persiapan perundang-undangan baru, dan perumusan kebijakan secara umum. Sebelum mengambil tindakan administratif dalam rangka pelaksanaan hak warga negara harus terlebih dahulu mendengarkan keinginan warga negara sebagaimana tertuang dalam Undang Undang Dasar 1945 yang telah beberapakali di Amandemen.
Kebebasan memperolah Informasi merupakan isu sentral di mana pun di dunia ini. Di negara maju, keberhasilan partisipasi masyarakat ditentukan oleh seberapa jauh kemampuan lembaga penyelengara negara (Badan Publik) melakukan diseminasi informasi kepada masyarakat  dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Kualitas pemenuhan hak masyarakat akan informasi terbentuk dari empat hal, yaitu Pertama,  partisipasi masyarakat, makin tinggi partisipasi dan tuntutan masyarakat makin tinggi kualitas pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara negara. Kedua, kualitas pelayanan juga ditentukan oleh kepuasan yang diperoleh masyarakat. Ketiga, kualitas pelayanan dapat terpenuhi karena adanya keterbukaan dan kemudahan akses informasi. Keempat, kualitas pelayanan dapat terpenuhi juga  karena adanya pilihan  bagi masyarakat, ada kebebasan memilih berdasarkan alasan, bukan paksaan. Keempat faktor ini bisa tercapai apabila Badan Publik mampu menyebarluaskan dan memenuhi informasi yang diperlukan masyarakat secara efektif dan efisien.
Sebagaimana kita ketahui carut marutnya pelayanan yang diperoleh masyarakat, salah satunya adalah karena kurangnya sosialisasi dan informasi yang diberikan Badan Publik. Seyogianya masyarakat dimudahkan untuk mendapatkan  informasi mengenai persyaratan, prosedur dan biaya yang diperlukan untuk mendapatkan layanan publik yang dibutuhkan. Bilamana perlu dengan memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang pada saat ini membawa dampak bagi perkembangan industri informasi.      
   Hadirnya TIK mengakibatkan tidak terelakkan lagi akan banjirnya informasi, terlebih setiap orang dapat dengan bebas mengakses suatu informasi dengan biaya yang terjangkau. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa kemudahan memperoleh informasi dapat berdampak negatif dalam kehidupan masyarakat. Dari sisi positifnya, informasi mempunyai peran yang sangat besar bagi masyarakat. Misalnya dapat meningkatkan sistem pendidikan dan wawasan pengetahuan masyarakat. Dampak negatif informasi, misalnya dengan adanya kebebasan informasi telah banyak mempengaruhi cara pandang masyarakat yang mengakibatkan perilaku masyarakat menyimpang, nilai-nilai budaya bangsa terkikis dan masih banyak lagi informasi yang dirasakan berlebihan dan menyesatkan. Mengingat dampak negatif dan positif dari keterbukaan informasi tersebut, diharapkan masyarakat dapat menggunakan informasi secara cerdas dengan mengetahui kebolehan-kebolehan dan larangan-larangan, memahami keuntungan dan resiko apa saja yang akan dialami terkait perbuatan yang dilakukannya. Teliti dan cermat dalam mengambil langkah-langkah dan tindakan-tindakan,  serta mampu menjauhi segala perbuatan yang dapat menimbulkan pelanggaran. Dengan demikian filter dari keterbukaan informasi ada pada pengguna atau pemakai informasi.
          Persoalannya, bukan rahasia lagi, kalau selama ini segala sesuatu tentang informasi yang dimiliki badan publik, termasuk informasi hukum, sulit diakses oleh masyarakat. Padahal kebebebasan memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia yang harus dijamin pemenuhannya oleh negara. Selanjutnya apa kaitan hak informasi dengan hak asasi manusia? Usaha apa yang telah dilakukan pemerintah dalam memberikan jaminan  kemudahan memperoleh informasi?. Permasalahan ini akan dibahas dalam uraian berikut.

II. Keterbukaan Informasi Publik dan  Hak Asasi Manusia
          Suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah bahwa  semua manusia ciptaan Tuhan, dan semua mesti kembali kepada-Nya. Tidak ada kelebihan dan kemuliaan antara yang satu dengan yang lain. Semua adalah sama. Sama-sama memiliki harkat dan martabat kemanusiaan. Demikian pula dalam rangka mengembangkan diri dan lingkungan sosialnya, hak manusia untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi sudah mendapat pengakuan dan jaminan, baik dalam hukum internasional maupun hukum nasional.
Pada abad modern ini,  apabila membicarakan hak asasi manusia, maka yang dimaksud adalah hak asasi manusia yang dimaksud dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang disahkan Mejelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa  pada tanggal 10 Desember 1948.. Dalam bagian Mukadimahnya, DUHAM, antara lain, menegaskan :
- pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia adalah menjadi milik setiap anggota 
   masyarakat, dan setiap orang mempunyai hak-hak yang sama  dan tidak dapat   
   dipisahkan dari padanya;
- bahwa hukum harus malindungi hak asasi manusia, agar supaya manusia tidak terpaksa  
   memilih jalan terakhir melakukan pemberontakan guna melepaskan diri dari kezaliman
   dan penindasan
Inilah kira-kira bagian dari mukaddimah DUHAM  yang ada kaitannya dengan masalah hak atas informasi.
            Dari 30 Pasal  DUHAM, terdapat satu pasal yang bersangkutan dengan hak atas informasi, yaitu pasal 19 yang menyatakan bahwa semua orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi. Hak ini meliputi kebebasan untuk mempertahankan pendapat tanpa paksaan dan untuk mencari, menerima, dan menyebarluaskan informasi dan ide-ide melalui apapun dan tanpa melihat batasan. Dunia internasional melihat hak ini sebagai basis atau  dasar dari dua pragraf pasal 19 Kovenan Hak Sipil dan Politik yang  menyatakan bahwa[5] :
Semua orang memiliki hak untuk mempertahankan pendapatnya tanpa paksaan;
Semua orang memiliki hak atas kebebasan berekspresi; hak ini harus meliputi kebebasan untuk mencari, menerima dan menyebarluaskan segala jenis informasi dan ide, tanpa melihat batasan, baik secara lisan, tulisan atau tercetak, dalam bentuk seni atau melalui media lain sesuai pilihannya.
Dalam lingkup internasional standar kebebasan informasi yang sudah diterima luas oleh lembaga-lembaga hak asasi manusia adalah[6] :
1. Pembukaan maksimal. Pedoman ini menunjukkan bahwa informasi harus dapat dibuka dan pengecualiannya hanya dapat diterapkan dalam situasi yang amat sangat terbatas. Hal ini berarti jika pejabat publik menolak memberi akses informasi maka ia akan memegang beban tanggung jawab untuk membuktikannya bahwa tindakan itu beralasan.
2. Kewajiban menyebarluaskan. Kebebasan informasi mewajibkan badan publik untuk tidak sekedar melayani permintaan informasi akan tetapi juga mengharuskan badan itu aktif menyebarluaskan informasi. Informasi itu antara lain. (a) kegiatan operasional badan tersebut; (b) keuangan; (c) keluhan secara prosedur mengatur masukan dari publik; dan (d) informasi mengenai perbuatan keputusan yang berdampak kepada publik.
3   Mengedepankan pemerintahan terbuka. Kebebasan informasi adalah bagian penting dari penciptaan pemerintahan terbuka, sehingga proses pengambilan keputusan dari perencanaan, pelaksanaan hingga penilian kembali dilakukan secara transparan dan partisipatoris. Harus ada upaya nyata untuk mendorong budaya keterbukaan dalam lembaga pemerintahan dan meningkatkan kesadaran publik akan hak atas akses informasi. Hal ini misalnya dilakukan dengan pelatihan kepada pejabat publik tentang hak ini, diadopsinya kebijakan internal yang memberi akses dan keterbukaan atas informasi, sekaligus pendidikan publik dan penyebaran informasi seputar hak akses informasi termasuk cara hak itu dapat direalisasikan.
4  Pengecualian yang terbatas. Hak informasi memang dapat dibatasi untuk alasan tertentu seperti negara tidak perlu menjelaskan berapa pasukan yang akan dikirim dan senjata yang digunakan untuk berperang melawan negara akresor. Namun pengecualian itu sendiri terbatas dan keabsahannya harus dapat diuji. Permintaan informasi harus dipenuhi kecuali badan publik dapat menunjukkan bahwa informasi yang ditutup itu masuk dalam kategori pengecualian. Dan pengecualian itu harus sesuai dengan tiga kriteri berikut :
a.   informasi tersebut harus sesuai dengan tujuan sah undang-undang;
b. jika informasi dibuka dapat menyebabkab kerugian substansial terhadap tujuan tersebut;
c. kerugian dari pembukaan informasi tersebut harus lebih besar dari kepentingan publik.
5. Membuka akses secara cepat dan adil. Semua permintaan informasi harus diproses secara cepat dan adil oleh petugas yang diberi tanggung jawab oleh badan publik untuk menangani permintaan informasi. Jika terjadi penolakan, harus ada prosedur pengajuan banding kepada pengadilan atau badan independen.
6.  Biaya mengakses informasi harus ditekan sedemikian rupa sehingga tidak membuat peminta informasi merasa enggan melakukannya. Untuk itu hanya permintaan informasi yang menyangkut kepentingan publik harus murah.
7.  Pertemuan berkala. Harus ada jaminan dalam undang-undang yang menggarisbawahi pengertian bahwa seluruh pertemuan dalam badan pemerintahan bersifat terbuka untuk publik. Dengan demikian masyarakat mengetahui apa yang dilakukan oleh pejabat publik dan dapat berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan. Agar publik dapat terlibat harus ada pemberitahuan yang cukup tentang pertemua-pertemuan tersebut. Pertemuan dapat saja tertutup, jika alasan yang kuat dan dapat dibenarkan.
8. Pembukaan perlu diupayakan. Jika terdapat undang-undang lain yang berkaitan, misalnya undang-undang kerahasiaan negara, maka kebebasan informasi harus diutamakan.
9.  Perlindungan terhadap peniup peluit. Harus ada undang-undang yang memberikan perlindungan legal dan administratif bagi individu yang membuka informasi atas tindakan pelanggaran. Misalnya membuka informasi atas adanya korupsi atau membuka informasi yang dirahasiakan secara tidak sah.

            Inilah ketentuan dalam DUHAM dan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan  Politik yang ada kaitannya dengan masalah hak atas informasi. Ketentuan ini tidak bertentangan  dengan  UUD 1945. Indonesia telah mengakui hak memperoleh informasi ini sebagai hak Konstitusional warga negara. Dalam Pasal 28E (3), 28F amandemen UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Ketentuan pasal ini telah menjamin perolehan, pemilikan dan penyebaranluasan informasi.
           Ketentuan Pasal 28F UUD 1945 tersebut, sebenarnya disarikan dari ketentuan yang sudah ada dalam Undang-undang Nomor. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yaitu, Pasal 14 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya; dan ayat (2) menyatakan bahwa  setiap orang berhak untuk memperoleh, mencari, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan infromasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia. Kemudian dalam Pasal 60 ayat (1) menyatakan bahwa  setiap orang berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka mengembangkan pribadinya sesuai dengan minat, bakat dan kecerdasannya; dalam ayat (2) menyatakan bahwa setiap anak berhak mencari, menerima, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektual dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
          Dalam hal ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan dan mencari, menerima serta menyampaikan informasi atau buah pikiran melalui media apa saja dengan tidak memandang batas. Dengan demikian kegiatan mencari, menyampaikan informasi atau buah pikiran merupakan perwujudan hak asasi manusia.
           Dari uraian di atas jelas terlihat bahwa dasar-dasar harkat dan hak-hak asasi manusia yang terdapat dalam UUD 1945 dan Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, hampir bersamaan jiwa dan maknanya dengan ketentuan yang tercantum dalam DUHAM dan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik, sehingga semakin jelas betapa besarnya Indonesia memberikan  penghargaan terhadap perlindungan harkat dan martabat kemanusiaan dalam setiap pemenuhan hak atas informasi.
            Pengakuan dan jaminan untuk memperoleh informasi tersebut di atas, berbagai undang-undang telah  menjabarkannya lebih rinci, dan salah satunya adalah Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik  yang diundangkan pada tanggal 30 April 2008 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 2010. Undang-undang ini merupakan salah satu upaya dalam rangka memberikan jaminan terhadap semua orang  dalam memperoleh informasi.

III. Keterbukaan Infomasi Publik
            Keterbukaan untuk memperoleh informasi publik bukan hanya merupakan hak setiap orang, melainkan juga merupakan elemen penting dalam menyelenggarakan negara yang sesuai dengan prinsip good governance. Salah satu aspek good governance itu adalah keterbukaan. Keterbukaan menuntut pemerintah untuk memberi informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif pada warga negaranya mengenai penyelenggaraan pemerintahan.
         Menjamin kebebasan untuk memperoleh informasi dapat mendorong proses demokrasi. Dengan membuka akses informasi kepada publik, maka rakyat akan dapat memanfaatkan informasi yang tersedia untuk bersikap kritis dalam proses pengambilan kebijakan publik, maupun dalam mengontrol pemerintah, sebab memerintah tidak lagi memonopoli informasi. Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Infromasi Publik merupakan salah satu upaya untuk memberikan jaminan hak setiap orang untuk memperoleh informasi publik dalam rangka mendorong dan meningkatkan kualitas patisipasi masyarakat untuk memberikan  masukan dalam pengambilan kebijakan publik.
        Sejalan dengan hal tersebut, konsiderans menimbang Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik memberikan empat pokok pikiran yang melandasi pembentukannya, yaitu (a) informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang serta merupakan bagian penting bagi ketahan nasional; (b) hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik; (c) keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan publik; (d) pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi.
          Berdasarkan pokok-pokok pikiran tersebut, maka tujuan undang-undang Keterbukaan Informasi Publik ini adalah untuk (1) menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; (2) mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; (3) meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik; (4) mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan; (5) mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak; (6) mengembangkan ilmu pengatahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; (7) meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
            Mengingat pentingnya tujuan pemenuhan harkat martabat manusia dalam pemenuhan hak memperoleh informasi, penjelasan umum undang-undang Keterbukaan Informasi Publik, antara lain, menyebutkan bahwa keberadaan undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik sangat penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan (1) hak setiap orang untuk memperoleh informasi; (2) kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara sederhana; (3) pengecualian bersifat ketat dan terbatas; (4) kewajiban Badan Publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan informasi.

Pengetian Informasi, Informasi Publik dan Badan Publik
         Beberapa pengertian pokok dalam Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik adalah berkaitan dengan  informasi, informasi publik, dan Badan Publik. Pengertian Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta, maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.[7] Pengertian ini cukup luas dan terbuka untuk menampung perkembangan teknologi yang terus berkembang.
        Selanjutnya,  informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya sesuai dengan undang-undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.[8]
       Kemudian, pengertian badan publik sendiri adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumnber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat dan /atau luar negeri.[9] Badan Publik di sini sudah mencakup semua badan publik yang diwajibkan untuk menyediakan dan memberikan informasi publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan dan  cara sederhana. Tepat waktu artinya pemenuhan atas permintaan informasi dilakukan sesuai dengan ketentuan, sedangkan cara sederhana adalah informasi yang diterima dapat diakses secara mudah dalam hal prosedur dan mudah juga dipahami, dan biaya ringan maksudnya biaya yang dikenakan secara proporsional berdasarkan standar biaya pada umumnya.

Hak Pemohon Informasi dan Kewajiban Badan Publik
          Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik mengatur hak setiap orang  untuk memperoleh informasi publik yang meliputi (a) hak untuk melihat dan mengetahui informasi publik; (b) hak untuk menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh informasi publik; (c)  hak untuk mendapatkan salinan informasi melalui permohonan tertulis yang disertai dengan alasan permintaan; dan (d) menyebarluaskan informasi publik. Pengguna informasi wajib mengunakan informasi publik sesuai dengan kekentuan dan wajib mencantumkan sumber dari mana ia memperoleh informsi. Kewajiban mencantumkan sumber ini  penting untuk kejelasan dari mana informasi diperoleh dan menunjukkan kejujuran dari si pengguna informasi publik. Jika dalam memperoleh informasi mendapat hambatan atau gagal, pemohon dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.[10]
         Untuk mencapai tujuan Undang-undang Keterbukaan Infromasi Publik, Badan Publik diwajibkan untuk (1) menyediakan, memberikan dan/atau menerbutkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan; (2) menyediakan informasi publik yang akurat, benar dan tidak menyesatkan. Untuk melaksanakan kewajiban ini Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah; (3) membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap orang atas informasi publik. Pertimbangan dimaksud adalah pentimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya dan atau pertahanan dan keamanan; (4) dalam rangka memenuhi kewajiban-kewajiban Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan nonelektronik[11].
            Informasi yang wajib disediakan Badan publik dirinci ke adalam tiga kategori, yaitu (1) informasi yang wajib diumumkan secara berkala enam bulan, yang meliputi informasi yang berkaitan dengan Badan Publik, kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait, laporan keuangan dan/atau informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan; (2) Informasi yang wajib diumumkan secara serta merta, yang meliputi informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum; (3) informasi yang wajib tersedia setiap saat, yang meliputi daftar seluruh informasi publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan, hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya, seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya, rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik, perjanjian Badan Publik dengan Pihak ketiga, informasi dan kebijakan yang disampaikan pejabat publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum, prosedur kerja pewagai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat, dan laporan mengenai pelayanan akses informasi publik[12].      
   
III. Hukum sebagai Informasi Publik
Salah satu informasi publik yang penting bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosial adalah informasi hukum. Informasi hukum sangat penting guna terpenuhinya hak asasi manusia dan hak konstitusional serta hak hukum warga negara. Prinsip kesamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, misalnya, hanya mungkin bisa terwujud jika setiap warga negara mengetahui hukum yang berlaku dan pemenuhan hak-hak lainnya.  Kebutuhan akan pemenuhan hak atas informasi hukum juga didasarkan pada prinsip hukum yang menyatakan bahwa pada saat suatu aturan hukum disahkan, langsung berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat. Pengundangan suatu peraturan perundang-undangan merupakan faktor yang penting untuk mengikatnya suatu peraturan terhadap masyarakat. Begitu suatu undang-undang diundangkan berlaku fiksi hukum, yang menyatakan bahwa setiap orang dianggap mengetahui hukum sekalipun belum pernah melihat dan membacanya. Ketidaktahuan hukum tidak menjadi alasan pemaaf bagi pelanggarnya. Meskipun setiap orang dianggap mengetahui hukum, akan tetapi fiksi hukum ini sesungguhnya secara tidak langsung memberikan kewajiban kepada pemerintah untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan tersebut. Apabila pemerintah tidak memenuhi hak  atas informasi hukum ini, maka anggapan hukum tersebut akan menciptakan ketidakadilan.
            Berdasarkan pemikiran tersebut, informasi hukum harus diposisikan sebagai milik publik. Informasi hukum adalah hak asasi, sekaligus hak konstitusional dan hak hukum warga negara. Penyelenggaraan negara harus memenuhi hak-hak tersebut tanpa diskriminasi.                      
             Adapun maksud informasi publik di bidang hukum adalah informasi yang diciptakan oleh lembaga publik yang bertugas mengundangkan produk hukum. Ini meliputi sumber hukum primer seperti perauturan perundang-undangan (regels) beserta peraturan pelaksanannya, keputusan-keputusan pejabat tata usaha negara (beschickking), putusan pengadilan (vonis) dan atau putusan pengadilan yang sudah menjadi yurisprudensi, dan aturan-aturan kebijakan (beleids-regels).[13] Semua dokumen tersebut merupakan dokumen milik publik, bukan milik orang atau pejabat-pejabat yang membuat, menandatangani atau mengesahkannya. Peraturan perundang-undangan mulai dari UUD sampai ketingkat peraturan daerah dan peraturan Bupati dan Walikota adalah milik publik. Keputusan-keputusan pejabat tata usaha negara juga tidak boleh ada yang dirahasiakan. Meskipun keputusan-keputusan itu hanya memuat norma yang bersifat konkrit dan individual, tetapi sebagai dokumen hukum, tetap merupakan milik publik dan berkaitan dengan kepentingan publik yang harus diadministrasikan secara transparan.
Demikian juga vonis pengadilan, mulai dari putusan Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, sampai ke pengadilan tingkat pertama di seluruh Indonesia, baik yang berkenaan dengan pidana, perdata ataupun tata usaha negara, semuanya adalah milik publik yang tidak boleh dirahasiakan. Salinan putusan-putusan pengadilan itu sudah harus diserahkan kepada pihak-pihak yang bersangkutan segera setelah putusan itu diucapkan atau dibacakan, sehingga terhindar dari kemungkinan dilakukannya perubahan lagi sesudah putusan itu mengikat secara hukum.
Begitu juga dengan aturan kebijakan, pada pokoknya juga harus terbuka untuk diketahui oleh semua orang. Kebijakan pemerintah adalah kebijakan untuk kepentingan umum. Karena itu jika ada aturan-aturan yang dikeluarkan dalam kerangka kebijakan itu, semua orang terkait berhak untuk tahu dan mendapatkan akses yang sama cepat dan sama mudahnya untuk mengetahui. Informasi tentang kebijakan, tentang peraturan, tentang keputusan dan tentang putusan hakim tidak boleh ditahan-tahan.
Dalam rangka melaksanakan kewajiban Badan publik untuk menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik  yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik serta menyediakan informasi publik, termasuk informasi hukum, yang akurat, benar dan tidak menyesatkan,  Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah.
Untuk mendokumentasikan dan menyebarluaskan informasi hukum, baik secara manual maupun otomasi, Pusat Jaringan Dokumentasi dan Infromasi hukum BPHN Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia telah membangun Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional yang menghimpun  peraturan perundang-undang dan dokumen hukum lainnya dan memberikan akses seluas-luasnya kepada pengguna informasi hukum secara gratis.

IV. Pendokumentasian dan Penyebarluasan Informasi Hukum
            Upaya-upaya mendokumentasikan  dan menyebarluaskan Informasi hukum telah dilaksanakan sejak pemikiran awal pembentukan Jaringan Dokumentasi dan Informasi (JDI) Hukum yang muncul dalam Seminar Hukum Nasional III pada tahun 1974 di Surabaya. Pada waktu itu seminar memutuskan perlu adanya kebijakan nasional untuk mulai menyusun sistem jaringan dokumentasi dan informasi hukum guna mempermudah pencarian dan penemuan kembali peraturan perundang-undangan, yurisprudensi serta bahan hukum lainnya. Pada tahun 1978 BPHN mengadakan Lokakarya untuk mempersiapkan sarana yang perlu untuk memfungsikan  sistem jaringan tersebut dan menetapkan BPHN  sebagai Pusat JDI Hukum Nasional yang bertugas mengkoordinir dan membina  pengelolaan informasi hukum.
            Dalam pengelolaan JDI Hukum Nasional selama ini, BPHN telah menjalankan peran sebagai Pusat Jaringan dan eksistensinya diakui oleh seluruh Anggota Jernigan. Anggota Jaringan ini meliputi  Biro-biro Hukum Sekretariat Lembaga Tinggi Negara, Departemen, Kementrian Negara, Lembaga Pemerintah non-Departemen, Pemerintah Daerah Provinsi serta Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia dan lembaga-lembaga lain yang bergerak dibidang pengembangan dokumentasi dan informasi hukum  yang ditetapakan oleh Menteri Hukum dan HAM .
              Keberadaan  JDI Hukum Nasional tersebut telah memperoleh dasar hukum yaitu Keputusan (baca Peraturan) Presiden Nomor 91 tahun 1999 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional. Dengan dasar ini Pusat Jaringan (BPHN) mendapat legitimasi untuk mengkoordinasikan seluruh Anggota Jaringan. Koordinasi ini, termasuk dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, sehinggai masing-masing Anggota Jaringan dapat meningkatkan dan mempercepat akses informasi hukum sampai ke seluruh pelosok nusantara. Dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi berbasis jaringan internet ini akan tercipta suatu sistem pendayagunaan bersama antara Pusat-Anggota Jaringan serta antar Anggota Jaringan. Masing-masing dapat mendokumentasikan dan menyebarluaskan peraturan perundang-undangan dan bahan dokumentasi hukum lainnya secara tertib, terpadu dan berkesinambungan serta merupakan sarana pemberian pelayanan informasi hukum secara mudah, cepat dan akurat.
             Bahan dokumentasi hukum yang harus diolah semakin lama semakin meningkat, baik dari segi jumlah maupun jenis, bentuk, macam dan sifat terbitannya serta semakin tingginya frekuensi penerbitan peraturan perundang-undangan. Dalam kondisi yang demikian pengelolaan secara manual sudah tidak memadai lagi, sehingga diperlukan  bantuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Dengan bantuan TIK ini dapat meningkatkan daya tampung penyimpanan bahan dokumen, mempercepat proses serta penyebarluasan yang tidak terikat ruang dan waktu.
            Dalam lingkup nasional  JDI Hukum BPHN diproyeksikan sebagai Pusat Informasi Hukum Nasional, seperti yang dimiliki beberapa negara lain, untuk memperoleh data dan informasi hukum di seluruh Indonesia. Untuk memenuhi maksud tersebut sejak 1 April  2008 BPHN telah merekonstruksi Sistem Informasi Hukum Nasional berbasis jaringan internat berupa portal situs web BPHN yang dibuat tahun 2003 dengan tampilan baru yang lebih merefleksikan eksistensi BPHN sebagai Pusat Jaringan. Sistem ini  dikoneksikan ke beberapa Anggota Jaringan yang telah memiliki situs web dan publik (Nasional/Internasional) dengan alamat http://www.bphn.go.id. Tujuan aplikasi sistem ini adalah untuk meningkatkan aksesibilitas layanan informasi hukum pada pengguna serta memperluas jangkauan penyebarannya dan dapat menjadi sarana bagi pemberdayaan pengetahuan hukum bagi aparatur negara, penegak hukum, akademisi dan berbagai profesi hukum lainnya serta masyarakat pada umumnya.
Sampai saat ini JDI Hukum telah menyajikan substansi informasi hukum, antara lain :
1. Peraturan perundang-undangan tingkat pusat, daerah dan Peraturan  Menteri;
2. Putusan Pengadilan Niaga, putusan dan yurisprudensi Mahkamah Agung, dan putusan Mahkamah Konstitusi;
3. Kepustakaan hukum dan berbagai koleksi Perpustakaan Hukum BPHN;
4. Kegiatan-kegiatan BPHN seperti hasil penelitian, pengkajian dan pengembangan hukum, penyusunan kompendium, penyusunan Naskah Akademis RUU/RPP tertentu, Analisa dan Evaluasi peraturan perundang-undangan, hasil Pertemuan Ilmiah, hasil pembahasan JDIH, Program Legislasi Nasional.
Berbagai upaya yang telah dilakukan  BPHN dalam membina dan mengembangkan JDI Hukum dengan memanfaatkan TIK telah berada pada jalur (track) yang tepat dan masih dimungkinkan untuk  terus dikembangkan karena perkembangan TIK masih terus berlangsung hingga akhir jaman. Untuk itu tidak hanya  dituntut kesungguhan namun juga ketekunan dengan mengerahkan segala daya dan potensi yang ada untuk mewujudkan suatu JDI Hukum yang handal dan dapat beroperasi secara Nasional dan Internasional,  karena pada dasarnya pembangunan JDI Hukum merupakan tulang punggung pembangunan hukum yang merupakan suatu proses berkelanjutan dan tidak pernah berhenti (“never ending process“).

V.  Penutup
           Keterbukaan Informasi Publik adalah salah satu upaya pemenuhan hak asasi manusia. Dalam rangka pemenuhan hak mengembangkan diri dan lingkungan sosialnya, manusia perlu berkomunikasi dan memperoleh informasi. Komunikasi menuntut kebebasan, karena manusia tidak bisa hidup tanpa berkomunikasi. Hak untuk berkomunikasi sama dengan hak untuk hidup. Kebebasan memperoleh informasi juga merupakan hak asasi manusia, sebab informasi adalah bagian integral komunikasi antar manusia.
            Kebebasan untuk memperoleh informasi sebagaimana diatur dalam DUHAM dan Kovenan Hak Sipil dan Politik sudah dituangkan dalam UUD 1945 dan telah dijabarkan lebih rinci kedalam berbagai undang-undang, salah satu di antaranya adalah Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-undang ini memberikan jaminan dan landasan hukum terhadap hak setiap orang untuk memperoleh informasi, kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan informasi secara cepat, tepat waktu, sederhana dan biaya ringan serta membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan informasi.
             Selain itu, Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik juga dalam rangka mewujudkan good governance, karena salah satu asas good governance adalah keterbukaan. Asas keterbukaan ini memberikan akses kepada publik untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif dalam penyelenggaraan pemerintahan. Diharapkan badan publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan masyarakat yang sebaik-baiknya. Akhirnya, akan mempersempit ruang dari segala bentuk penyalahgunaan wewenang dan merupakan instrumen untuk mewujudkan pemerintahan yang baik.
               Dalam rangka menyongsong  berlakunya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik  pada tanggal 1 Mei 2010,  mulai sekarang sudah waktunya badan-badan publik menyiapkan diri dengan menyediakan informasi yang ditetapkan undang-undang, membentuk unit organisasi yang mengelola informasi dan memberikan pelayanan publik, serta menangani pengaduan atau keberatan dari pengguna informasi. Badan-badan Publik tentu  harus menyediakan sumber daya manusia dan peralatan serta pembiayaan yang memadai. Hal lain yang perlu dipersiapkan adalah pembentukan Komisi Informasi, mekanisme memperoleh informasi yang berdasarkan prinsip cepat, tepat waktu dan biaya ringan, serta hubungan antara Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik dengan undang-undang lain yang terkait.
                Semua dokumen yang berisi norma hukum adalah informasi publik. Semua dokumen hukum itu adalah milik publik, bukan milik orang atau pejabat-pejabat yang membuat, menandatangi atau yang mengesahkannya. Agar informasi publik berupa aturan hukum itu dapat diketahui dan berlaku secara efektif di tengah kehidupan masyarakat, kelancaran arus informasi hukum harus terjamin serta dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat pengguna informasi.
              Mengingat luasnya  wilayah Indonesia dan dokumen hukum yang dikeluarkan semakin tinggi frekuensinya, maka penggunaan TIK berbasis jaringan internet mutlak diperlukan. Keunggulan TIK sangat membantu dalam hal  mempercepat proses, memudahkan pencarian dan temu kembali informasi hukum, kapasitas dan daya tampung yang besar serta penyimpanan dokumen yang ringkas dan penyebarluasan yang sangat efektif.
           BPHN sebagai Pusat Jaringan telah membangun JDI Hukum Nasional yang   dapat diakases melalui portal situs hukum www.bphn.go.id. Portal situs web ini merupakan sarana penyebarluasan dan pemahaman pengetahuan hukum   serta memudahkan pencarian dan penelusuran peraturan perundang-undangan dan bahan dokumentasi hukum lainnya dalam rangka peningkatan pemberian pelayanan,  penegakan  dan kepastian hukum.























                                            
                                            D AF T A R  P U S T A K A

A. Muis, Indonesia di Era Dunia Maya : Teknologi Infromasi Dalam Dunia Tanpa
         Batas,  Remaja Rosiakarya, Bandung, 2001

Alexander Rusli, (Editor), Teknologi Informasi  : Pilar Bangsa Indonsia Bangkit, 
         Kementerian Komunikasi dan Infromasi RI, Jakarta, 2003

   A.Patra M.Zen dan Dabiel Hutagalung (Editor), Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia : Panduan Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum, YLBH dan PSHK, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2007

Blasius, Sudarsono, MLS, Pembinaan dan Pengembangan Jaringan Dokumentasi dan
          Informasi Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 2007

 Cahyana Ahamadjayadi,  M H, Peran Teknologi Informasi dalam Penyebarluasan
          Informasi Hukum di Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 2004

Hans Otto Sano, dan GunmundurAlfredsson, (Editor), Rini Adriati (Alih Bahasa), Hak Asasi Manusia dan Good Governance : Membangun Suatu Keterkaitan, Pustaka Hak Asasi Manusia Raoul Wallenberg Institut bekerja sama dengan Departemen Hukum dan Haka Asasi Manusia RI, Jakarta 2003

Ifdal Kasim, (Editor), Hak Sipil dan Politik :Esai-esai Pilihan Buku 1, Penerjemah Tim
        Elsam, Elsam, Jakarta, 2001

Jimly Asshiddiqie, Pemanfaatan Teknologi, Informasi dan Komunikasi dalam Proses
         Peradilan dan Penegakan Hukum yang Efektif dan Transparan, Makalah dalam Pertemuan Berkala ke 19 Anggota JDI Hukum Nasional di Mataram tanggal 23-24 Juni 2009, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 2009

Rudi Rizky,  S.H., LLM (Editor), Refleksi Dinamika Hukum : Rangkaian Pemikiran   
         dalam Dekade Terakhir,  Perum Percetakan Negara RI, Jakarta, 2008

Wahyono Darmabrata, S.H,MH, Prospek Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum di
        Indonesia menyongsong Globalisasi Informasi, Badan Pembinaan Hukum 
        Nasional, Jakarta, 2004

Zulkifli Amsyah, MLS,  Manajemen Sistem Informasi, Gramedia Pustaka Utama,
        Jakarta, 2005

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-undang Nomor 39 Tentang Hak Asasi Manusia



[1]  Kepala  Pusat Dokumentasi dan Infromasi Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)    Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI
[2]  Muis, A, Indonesia di Era Dunia Maya : Teknologi Infromasi dalam DuniaTanpaBatas,  Remaja Rosdakarya, Bandung,  2001, hal 161
[3]  Otto Sano, Hans, (Editor), Rini Adriati (Alih Bahasa), Hak Asasi Manusia dan Good Governance : Membangun suatu Keterkaitan, Pustaka Hak Asasi Manusia Raoul Wallenberg Institut, Wina, 2003, hlm 82
[4]  Otto Sano, Hans, ibid, hlm  85
[5]  Kasim, Ifdal (Editor), Hak Sipil dan Politik : Esai-Esai Pilihan Buku 1, Terjemahan Tim Elsan, Elsam, Jakarta, 2001, hlm 254
[6] A. Patra M. Zen dan Daniel Hutagalung (Editor), Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan PSHK , Jakarta, 2006, hlm.321
[7]  Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 1 angka 1
[8]  Undang-undang Keterbukaan Infoemasi Publik, Pasal 1 angka 2
[9]  Undang-undang Keterbukaan Infromasi Publik, Pasal 1 angka 3
[10]  Undang-undang Keterbukaan Infromasi Publik, Pasal 4
[11]  Undang-undang Keterbukaan Infromasi Publik, Pasal 7
[12]  Undang-Undang Keterbukaan Infromasi Publik, Pasal 9, 10, dan Pasal 11
[13]  Jimly Asshiddiqie, Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Proses Peradilan dan Penegakan Hukum yang Efektif dan Transparan, makalah yang disampaikan pada Pertemuan Berkala Anggota Jaringan Dokumentasi dan Informasi (JDI) Hukum Nasional ke 18 tanggal 23-24 Juli 2009 di Mataram, hlm.3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar