Oleh : Ajarotni Nasution, S.H.,M.H[1]
I. PENDAHULUAN
Jika
berbicara tentang kebebasan memperoleh informasi maupun kemudahan akses
informasi publik, maka secara implisit juga berbicara tentang hak asasi
manusia. Hal ini karena informasi adalah bagian integral dari
komunikasi antar manusia, dan mendapatkan informasi merupakan hak yang
melekat pada fitrah manusia, yang senantiasa tidak bisa terlepas dari
komunitasnya karena manusia adalah bagian dari masyarakat yang selalu
berhubungan satu sama lain melalui komunikasi dalam perikehidupan
sosialnya. Manusia memerlukan kebebasan dalam berkomunikasi, untuk
menuangkan buah pemikirannya tanpa ada ancaman maupun paksaan sehingga
keterbukaan dan kemudahan terhadap akses informasi merupakan prasyarat
bagi kebebasan untuk memperoleh informasi. Kebebasan informasi merupakan
hak asasi manusia sebab informasi adalah bagian integral komunikasi
antar manusia[2].
Informasi
merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan
lingkungan sosialnya. Hampir dalam setiap aspek kehidupan manusia, mulai
dari kegiatan memperjuangkan diri sendiri dan kelompok masyarakat
sampai dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, memerlukan informasi. Tanpa penguasaan informasi, kehidupan
seseorang, organisasi atau bangsa akan tertinggal oleh
kemajuan dan perubahan jaman yang terus bergerak. Dalam ranah publik
yang demikian, informasi yang akurat dan berimbang akan dapat membantu
masyarakat dalam mengolah dan menganalisis untuk memperoleh pemahaman
terhadap suatu permasalahan. Selain itu, kebebasan dan kemudahan untuk
memperoleh informasi adalah sebagai sarana kehidupan berdemokrasi. Untuk
itu kebebasan mencari, memperoleh dan menyebarluaskan informasi
merupakan hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara yang
tidak boleh dihambat dan dihalang-halangi.
Hak
atas informasi yang merupakan salah satu hak asasi manusia, tidak akan
efektif apabila tidak ada keterbukaan dan kemudahan dalam memperoleh
akses informasi yang lebih luas dan tidak terdistorsi, karena keterbukan
informasi merupakan penentuan kadar dan nilai bagi kehidupan
demokrasi. Keterbukaan informasi adalah sekaligus sebagai perangkat
bagi masyarakat untuk mengontrol dan mengawasi setiap langkah
penyelenggara negara. Dalam sebuah sistem demokrasi yang menyatakan
kekuasaan berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, semestinya
rakyat juga memiliki hak mengkritisi dan mengontrol setiap kebijakan
yang diambil dan dijalankan pemerintah.
Untuk menyongsong sebuah masyarakat yang demokratis memerlukan dukungan perangkat hukum dan kontrol
masyarakat terhadap penyelenggara negara. Salah satu cara memperkuat
kontrol masyarakat itu adalah adanya jaminan untuk memperoleh informasi.
Dengan adanya transparansi dan keterbukaan informasi penyalahgunaan
kewenangan dan kekuasaan oleh pemerintah dapat dicegah sehingga pada
ahirnya akan tercipta pemerintahan yang bersih, transparan dan
akuntabel.
Konsep transparansi dan informasi tidak saja berkaitan erat dengan akuntabilitas tetapi juga dengan rule of law pada umumnya[3].
Kedua konsep tersebut dapat dipandang sebagai prasyarat yang diperlukan
bagi keberhasilan partisipasi masyarakat umum dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Tanpa adanya partisipasi dan kebebasan memperoleh
informasi tidak akan ada interaksi antara warga negara dan pemerintah,
yang dapat mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Kebebasan
memperoleh informasi mampu menciptakan pemerintahan yang bersih,
mencegah Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN) dan meningkatkan kualitas
partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik dan meningkatkan
kualitas pengawasan publik. Dengan demikian trasparansi dan keterbukaan
informasi dapat dipandang sebagai pendukung tata pemerintahan yang baik dan akuntabel.
Good Governance menentukan pentingnya parsisipasi aktif masyarakat sipil dan jika masyarakat ini tidak diberikan sesuatu
(hak-hak dasar) sebagai imbalan atas partisipasi mereka, kerja sama
tersebut akan memburuk. Partisipasi harus dipahami sebagai komunikasi
dua arah, sebagai dialog, yang merupakan perwujudan dari kedaulatan
rakyat, tanpa dialog dan interaksi masyarakat maka badan-badan
pemerintah akan kehilangan legitimasinya yang merupakan basis yang
mereka butuhkan[4].
Keterlibatan
masyarakat dalam berpartisipasi tergantung kepada keterbukaan dan
kemudahan memperoleh informasi. Jika dihubungkan dengan kebebasan media,
transparansi dan informasi merupakan kondisi yang diperlukan bagi
pembangunan yang parsipatif. Masyarakat dapat melakukan partisipasi
dalam berbagai tingkatan. Masyarakat umum memiliki kepentingan dalam
mempengaruhi disposisi pemerintah untuk mengeluarkan informasi publik,
persiapan perundang-undangan baru, dan perumusan kebijakan secara umum.
Sebelum mengambil tindakan administratif dalam rangka pelaksanaan hak
warga negara harus terlebih dahulu mendengarkan keinginan warga negara
sebagaimana tertuang dalam Undang Undang Dasar 1945 yang telah
beberapakali di Amandemen.
Kebebasan
memperolah Informasi merupakan isu sentral di mana pun di dunia ini. Di
negara maju, keberhasilan partisipasi masyarakat ditentukan oleh
seberapa jauh kemampuan lembaga penyelengara negara (Badan Publik)
melakukan diseminasi informasi kepada masyarakat dalam
segala aspek kehidupan masyarakat. Kualitas pemenuhan hak masyarakat
akan informasi terbentuk dari empat hal, yaitu Pertama, partisipasi
masyarakat, makin tinggi partisipasi dan tuntutan masyarakat makin
tinggi kualitas pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara negara.
Kedua, kualitas pelayanan juga ditentukan oleh kepuasan yang diperoleh
masyarakat. Ketiga, kualitas pelayanan dapat terpenuhi karena adanya
keterbukaan dan kemudahan akses informasi. Keempat, kualitas pelayanan
dapat terpenuhi juga karena adanya pilihan bagi
masyarakat, ada kebebasan memilih berdasarkan alasan, bukan paksaan.
Keempat faktor ini bisa tercapai apabila Badan Publik mampu
menyebarluaskan dan memenuhi informasi yang diperlukan masyarakat secara
efektif dan efisien.
Sebagaimana
kita ketahui carut marutnya pelayanan yang diperoleh masyarakat, salah
satunya adalah karena kurangnya sosialisasi dan informasi yang diberikan
Badan Publik. Seyogianya masyarakat dimudahkan untuk mendapatkan informasi
mengenai persyaratan, prosedur dan biaya yang diperlukan untuk
mendapatkan layanan publik yang dibutuhkan. Bilamana perlu dengan
memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang pada saat ini
membawa dampak bagi perkembangan industri informasi.
Hadirnya
TIK mengakibatkan tidak terelakkan lagi akan banjirnya informasi,
terlebih setiap orang dapat dengan bebas mengakses suatu informasi
dengan biaya yang terjangkau. Namun demikian tidak dapat dipungkiri
bahwa kemudahan memperoleh informasi dapat berdampak negatif dalam
kehidupan masyarakat. Dari sisi positifnya, informasi mempunyai peran
yang sangat besar bagi masyarakat. Misalnya dapat meningkatkan sistem
pendidikan dan wawasan pengetahuan masyarakat. Dampak negatif informasi,
misalnya dengan adanya kebebasan informasi telah banyak mempengaruhi
cara pandang masyarakat yang mengakibatkan perilaku masyarakat
menyimpang, nilai-nilai budaya bangsa terkikis dan masih banyak lagi
informasi yang dirasakan berlebihan dan menyesatkan. Mengingat dampak
negatif dan positif dari keterbukaan informasi tersebut, diharapkan masyarakat
dapat menggunakan informasi secara cerdas dengan mengetahui
kebolehan-kebolehan dan larangan-larangan, memahami keuntungan dan
resiko apa saja yang akan dialami terkait perbuatan yang dilakukannya.
Teliti dan cermat dalam mengambil langkah-langkah dan tindakan-tindakan, serta
mampu menjauhi segala perbuatan yang dapat menimbulkan pelanggaran.
Dengan demikian filter dari keterbukaan informasi ada pada pengguna atau
pemakai informasi.
Persoalannya,
bukan rahasia lagi, kalau selama ini segala sesuatu tentang informasi
yang dimiliki badan publik, termasuk informasi hukum, sulit diakses oleh
masyarakat. Padahal kebebebasan memperoleh informasi merupakan hak
asasi manusia yang harus dijamin pemenuhannya oleh negara.
Selanjutnya apa kaitan hak informasi dengan hak asasi manusia? Usaha apa
yang telah dilakukan pemerintah dalam memberikan jaminan kemudahan memperoleh informasi?. Permasalahan ini akan dibahas dalam uraian berikut.
II. Keterbukaan Informasi Publik dan Hak Asasi Manusia
Suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah bahwa semua
manusia ciptaan Tuhan, dan semua mesti kembali kepada-Nya. Tidak ada
kelebihan dan kemuliaan antara yang satu dengan yang lain. Semua adalah
sama. Sama-sama memiliki harkat dan martabat kemanusiaan. Demikian pula
dalam rangka mengembangkan diri dan lingkungan sosialnya, hak manusia
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi sudah mendapat pengakuan dan jaminan, baik dalam
hukum internasional maupun hukum nasional.
Pada abad modern ini, apabila
membicarakan hak asasi manusia, maka yang dimaksud adalah hak asasi
manusia yang dimaksud dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM)
yang disahkan Mejelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948.. Dalam bagian Mukadimahnya, DUHAM, antara lain, menegaskan :
- pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia adalah menjadi milik setiap anggota
masyarakat, dan setiap orang mempunyai hak-hak yang sama dan tidak dapat
dipisahkan dari padanya;
- bahwa hukum harus malindungi hak asasi manusia, agar supaya manusia tidak terpaksa
memilih jalan terakhir melakukan pemberontakan guna melepaskan diri dari kezaliman
dan penindasan
Inilah kira-kira bagian dari mukaddimah DUHAM yang ada kaitannya dengan masalah hak atas informasi.
Dari 30 Pasal DUHAM,
terdapat satu pasal yang bersangkutan dengan hak atas informasi, yaitu
pasal 19 yang menyatakan bahwa semua orang berhak atas kebebasan
berpendapat dan berekspresi. Hak ini meliputi kebebasan untuk
mempertahankan pendapat tanpa paksaan dan untuk mencari, menerima, dan
menyebarluaskan informasi dan ide-ide melalui apapun dan tanpa melihat
batasan. Dunia internasional melihat hak ini sebagai basis atau dasar dari dua pragraf pasal 19 Kovenan Hak Sipil dan Politik yang menyatakan bahwa[5] :
Semua orang memiliki hak untuk mempertahankan pendapatnya tanpa paksaan;
Semua
orang memiliki hak atas kebebasan berekspresi; hak ini harus meliputi
kebebasan untuk mencari, menerima dan menyebarluaskan segala jenis
informasi dan ide, tanpa melihat batasan, baik secara lisan, tulisan
atau tercetak, dalam bentuk seni atau melalui media lain sesuai
pilihannya.
Dalam lingkup internasional standar kebebasan informasi yang sudah diterima luas oleh lembaga-lembaga hak asasi manusia adalah[6] :
1.
Pembukaan maksimal. Pedoman ini menunjukkan bahwa informasi harus dapat
dibuka dan pengecualiannya hanya dapat diterapkan dalam situasi yang
amat sangat terbatas. Hal ini berarti jika pejabat publik menolak
memberi akses informasi maka ia akan memegang beban tanggung jawab untuk
membuktikannya bahwa tindakan itu beralasan.
2.
Kewajiban menyebarluaskan. Kebebasan informasi mewajibkan badan publik
untuk tidak sekedar melayani permintaan informasi akan tetapi juga
mengharuskan badan itu aktif menyebarluaskan informasi. Informasi itu
antara lain. (a) kegiatan operasional badan tersebut; (b) keuangan; (c)
keluhan secara prosedur mengatur masukan dari publik; dan (d) informasi
mengenai perbuatan keputusan yang berdampak kepada publik.
3 Mengedepankan
pemerintahan terbuka. Kebebasan informasi adalah bagian penting dari
penciptaan pemerintahan terbuka, sehingga proses pengambilan keputusan
dari perencanaan, pelaksanaan hingga penilian kembali dilakukan secara
transparan dan partisipatoris. Harus ada upaya nyata untuk mendorong
budaya keterbukaan dalam lembaga pemerintahan dan meningkatkan kesadaran
publik akan hak atas akses informasi. Hal ini misalnya dilakukan dengan
pelatihan kepada pejabat publik tentang hak ini, diadopsinya kebijakan
internal yang memberi akses dan keterbukaan atas informasi, sekaligus
pendidikan publik dan penyebaran informasi seputar hak akses informasi
termasuk cara hak itu dapat direalisasikan.
4 Pengecualian
yang terbatas. Hak informasi memang dapat dibatasi untuk alasan
tertentu seperti negara tidak perlu menjelaskan berapa pasukan yang akan
dikirim dan senjata yang digunakan untuk berperang melawan negara
akresor. Namun pengecualian itu sendiri terbatas dan keabsahannya harus
dapat diuji. Permintaan informasi harus dipenuhi kecuali badan publik
dapat menunjukkan bahwa informasi yang ditutup itu masuk dalam kategori
pengecualian. Dan pengecualian itu harus sesuai dengan tiga kriteri berikut :
a. informasi tersebut harus sesuai dengan tujuan sah undang-undang;
b. jika informasi dibuka dapat menyebabkab kerugian substansial terhadap tujuan tersebut;
c. kerugian dari pembukaan informasi tersebut harus lebih besar dari kepentingan publik.
5.
Membuka akses secara cepat dan adil. Semua permintaan informasi harus
diproses secara cepat dan adil oleh petugas yang diberi tanggung jawab
oleh badan publik untuk menangani permintaan informasi. Jika terjadi penolakan, harus ada prosedur pengajuan banding kepada pengadilan atau badan independen.
6. Biaya
mengakses informasi harus ditekan sedemikian rupa sehingga tidak
membuat peminta informasi merasa enggan melakukannya. Untuk itu hanya
permintaan informasi yang menyangkut kepentingan publik harus murah.
7. Pertemuan
berkala. Harus ada jaminan dalam undang-undang yang menggarisbawahi
pengertian bahwa seluruh pertemuan dalam badan pemerintahan bersifat
terbuka untuk publik. Dengan demikian masyarakat mengetahui apa yang
dilakukan oleh pejabat publik dan dapat berpartisipasi dalam proses
pembuatan keputusan. Agar publik dapat terlibat harus ada pemberitahuan
yang cukup tentang pertemua-pertemuan tersebut. Pertemuan dapat saja
tertutup, jika alasan yang kuat dan dapat dibenarkan.
8.
Pembukaan perlu diupayakan. Jika terdapat undang-undang lain yang
berkaitan, misalnya undang-undang kerahasiaan negara, maka kebebasan
informasi harus diutamakan.
9. Perlindungan terhadap ”peniup peluit”.
Harus ada undang-undang yang memberikan perlindungan legal dan
administratif bagi individu yang membuka informasi atas tindakan
pelanggaran. Misalnya membuka informasi atas adanya korupsi atau membuka
informasi yang dirahasiakan secara tidak sah.
Inilah ketentuan dalam DUHAM dan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik yang ada kaitannya dengan masalah hak atas informasi. Ketentuan ini tidak bertentangan dengan UUD
1945. Indonesia telah mengakui hak memperoleh informasi ini sebagai hak
Konstitusional warga negara. Dalam Pasal 28E (3), 28F amandemen UUD
1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia. Ketentuan pasal ini telah menjamin perolehan,
pemilikan dan penyebaranluasan informasi.
Ketentuan
Pasal 28F UUD 1945 tersebut, sebenarnya disarikan dari ketentuan yang
sudah ada dalam Undang-undang Nomor. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, yaitu, Pasal 14 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap orang
berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya; dan ayat (2)
menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh,
mencari, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan infromasi dengan
menggunakan segala jenis sarana yang tersedia. Kemudian dalam Pasal 60
ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk
memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka mengembangkan
pribadinya sesuai dengan minat, bakat dan kecerdasannya; dalam ayat (2)
menyatakan bahwa setiap anak berhak mencari, menerima, dan memberikan
informasi sesuai dengan tingkat intelektual dan usianya demi
pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan
kepatutan.
Dalam
hal ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan dan
mencari, menerima serta menyampaikan informasi atau buah pikiran melalui
media apa saja dengan tidak memandang batas. Dengan demikian kegiatan
mencari, menyampaikan informasi atau buah pikiran merupakan perwujudan
hak asasi manusia.
Dari
uraian di atas jelas terlihat bahwa dasar-dasar harkat dan hak-hak
asasi manusia yang terdapat dalam UUD 1945 dan Undang-undang Nomor 39
tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, hampir bersamaan jiwa dan maknanya
dengan ketentuan yang tercantum dalam DUHAM dan Kovenan Internasional
Hak-hak Sipil dan Politik, sehingga semakin jelas betapa besarnya
Indonesia memberikan penghargaan terhadap perlindungan harkat dan martabat kemanusiaan dalam setiap pemenuhan hak atas informasi.
Pengakuan dan jaminan untuk memperoleh informasi tersebut di atas, berbagai undang-undang telah menjabarkannya lebih rinci, dan salah satunya adalah Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik yang
diundangkan pada tanggal 30 April 2008 dan mulai berlaku pada tanggal 1
Mei 2010. Undang-undang ini merupakan salah satu upaya dalam rangka
memberikan jaminan terhadap semua orang dalam memperoleh informasi.
III. Keterbukaan Infomasi Publik
Keterbukaan
untuk memperoleh informasi publik bukan hanya merupakan hak setiap
orang, melainkan juga merupakan elemen penting dalam menyelenggarakan
negara yang sesuai dengan prinsip good governance. Salah satu aspek good governance itu
adalah keterbukaan. Keterbukaan menuntut pemerintah untuk memberi
informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif pada warga negaranya
mengenai penyelenggaraan pemerintahan.
Menjamin
kebebasan untuk memperoleh informasi dapat mendorong proses demokrasi.
Dengan membuka akses informasi kepada publik, maka rakyat akan dapat
memanfaatkan informasi yang tersedia untuk bersikap kritis dalam proses
pengambilan kebijakan publik, maupun dalam mengontrol pemerintah, sebab
memerintah tidak lagi memonopoli informasi. Undang-undang Nomor 14 tahun
2008 tentang Keterbukaan Infromasi Publik merupakan salah satu upaya
untuk memberikan jaminan hak setiap orang untuk memperoleh informasi
publik dalam rangka mendorong dan meningkatkan kualitas patisipasi
masyarakat untuk memberikan masukan dalam pengambilan kebijakan publik.
Sejalan
dengan hal tersebut, konsiderans menimbang Undang-undang Keterbukaan
Informasi Publik memberikan empat pokok pikiran yang melandasi
pembentukannya, yaitu (a) informasi merupakan kebutuhan pokok setiap
orang serta merupakan bagian penting bagi ketahan nasional; (b) hak
memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan
informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokrasi yang
menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan
negara yang baik; (c) keterbukaan informasi publik merupakan sarana
dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara
dan badan publik lainnya dan segala sesuatu yang berkaitan dengan
kepentingan publik; (d) pengelolaan informasi publik merupakan salah
satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi.
Berdasarkan
pokok-pokok pikiran tersebut, maka tujuan undang-undang Keterbukaan
Informasi Publik ini adalah untuk (1) menjamin hak warga negara untuk
mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik,
dan proses pengambilan keputusan publik serta alasan pengambilan suatu
keputusan publik; (2) mendorong partisipasi masyarakat dalam proses
pengambilan kebijakan publik; (3) meningkatkan peran aktif masyarakat
dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang
baik; (4) mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik yaitu yang
transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat
dipertanggungjawabkan; (5) mengetahui alasan kebijakan publik yang
mempengaruhi hajat hidup orang banyak; (6) mengembangkan ilmu
pengatahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; (7) meningkatkan
pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk
menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
Mengingat
pentingnya tujuan pemenuhan harkat martabat manusia dalam pemenuhan hak
memperoleh informasi, penjelasan umum undang-undang Keterbukaan
Informasi Publik, antara lain, menyebutkan bahwa keberadaan
undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik sangat penting
sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan (1) hak setiap orang untuk
memperoleh informasi; (2) kewajiban Badan Publik menyediakan dan
melayani permintaan informasi secara cepat, tepat waktu, biaya
ringan/proporsional, dan cara sederhana; (3) pengecualian bersifat ketat
dan terbatas; (4) kewajiban Badan Publik untuk membenahi sistem
dokumentasi dan pelayanan informasi.
Pengetian Informasi, Informasi Publik dan Badan Publik
Beberapa pengertian pokok dalam Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik adalah berkaitan dengan informasi,
informasi publik, dan Badan Publik. Pengertian Informasi adalah
keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai,
makna, dan pesan, baik data, fakta, maupun penjelasannya yang dapat
dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan
format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
secara elektronik ataupun nonelektronik.[7] Pengertian ini cukup luas dan terbuka untuk menampung perkembangan teknologi yang terus berkembang.
Selanjutnya, informasi
publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim
dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan
penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan
penyelenggaraan badan publik lainnya sesuai dengan undang-undang ini
serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.[8]
Kemudian,
pengertian badan publik sendiri adalah lembaga eksekutif, legislatif,
yudikatif dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber
dari APBN dan/atau APBD, atau organisasi nonpemerintah sepanjang
sebagian atau seluruh dananya bersumnber dari APBN dan/atau APBD,
sumbangan masyarakat dan /atau luar negeri.[9]
Badan Publik di sini sudah mencakup semua badan publik yang diwajibkan
untuk menyediakan dan memberikan informasi publik dengan cepat dan tepat
waktu, biaya ringan dan cara sederhana. Tepat waktu
artinya pemenuhan atas permintaan informasi dilakukan sesuai dengan
ketentuan, sedangkan cara sederhana adalah informasi yang diterima dapat
diakses secara mudah dalam hal prosedur dan mudah juga dipahami, dan
biaya ringan maksudnya biaya yang dikenakan secara proporsional
berdasarkan standar biaya pada umumnya.
Hak Pemohon Informasi dan Kewajiban Badan Publik
Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik mengatur hak setiap orang untuk
memperoleh informasi publik yang meliputi (a) hak untuk melihat dan
mengetahui informasi publik; (b) hak untuk menghadiri pertemuan publik
yang terbuka untuk umum untuk memperoleh informasi publik; (c) hak
untuk mendapatkan salinan informasi melalui permohonan tertulis yang
disertai dengan alasan permintaan; dan (d) menyebarluaskan informasi
publik. Pengguna informasi wajib mengunakan informasi publik sesuai
dengan kekentuan dan wajib mencantumkan sumber dari mana ia memperoleh
informsi. Kewajiban mencantumkan sumber ini penting untuk
kejelasan dari mana informasi diperoleh dan menunjukkan kejujuran dari
si pengguna informasi publik. Jika dalam memperoleh informasi mendapat
hambatan atau gagal, pemohon dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.[10]
Untuk
mencapai tujuan Undang-undang Keterbukaan Infromasi Publik, Badan
Publik diwajibkan untuk (1) menyediakan, memberikan dan/atau menerbutkan
informasi publik yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon
informasi publik selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan
ketentuan; (2) menyediakan informasi publik yang akurat, benar dan tidak
menyesatkan. Untuk melaksanakan kewajiban ini Badan Publik harus
membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk
mengelola informasi publik secara baik dan efisien sehingga dapat
diakses dengan mudah; (3) membuat pertimbangan secara tertulis setiap
kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap orang atas informasi
publik. Pertimbangan dimaksud adalah pentimbangan politik, ekonomi,
sosial, budaya dan atau pertahanan dan keamanan; (4) dalam rangka
memenuhi kewajiban-kewajiban Badan Publik dapat memanfaatkan sarana
dan/atau media elektronik dan nonelektronik[11].
Informasi
yang wajib disediakan Badan publik dirinci ke adalam tiga kategori,
yaitu (1) informasi yang wajib diumumkan secara berkala enam bulan, yang
meliputi informasi yang berkaitan dengan Badan Publik, kegiatan dan
kinerja Badan Publik terkait, laporan keuangan dan/atau informasi lain
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan; (2) Informasi yang wajib
diumumkan secara serta merta, yang meliputi informasi yang dapat
mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum; (3) informasi
yang wajib tersedia setiap saat, yang meliputi daftar seluruh informasi
publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang
dikecualikan, hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya, seluruh
kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya, rencana kerja proyek
termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik,
perjanjian Badan Publik dengan Pihak ketiga, informasi dan kebijakan
yang disampaikan pejabat publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum,
prosedur kerja pewagai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan
masyarakat, dan laporan mengenai pelayanan akses informasi publik[12].
III. Hukum sebagai Informasi Publik
Salah
satu informasi publik yang penting bagi pengembangan pribadi dan
lingkungan sosial adalah informasi hukum. Informasi hukum sangat penting
guna terpenuhinya hak asasi manusia dan hak konstitusional serta hak
hukum warga negara. Prinsip kesamaan kedudukan di dalam hukum dan
pemerintahan, misalnya, hanya mungkin bisa terwujud jika setiap warga
negara mengetahui hukum yang berlaku dan pemenuhan hak-hak lainnya. Kebutuhan
akan pemenuhan hak atas informasi hukum juga didasarkan pada prinsip
hukum yang menyatakan bahwa pada saat suatu aturan hukum disahkan,
langsung berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat. Pengundangan suatu
peraturan perundang-undangan merupakan faktor yang penting untuk
mengikatnya suatu peraturan terhadap masyarakat. Begitu suatu
undang-undang diundangkan berlaku fiksi hukum, yang menyatakan bahwa
setiap orang dianggap mengetahui hukum sekalipun belum pernah melihat
dan membacanya. Ketidaktahuan hukum tidak menjadi alasan pemaaf bagi
pelanggarnya. Meskipun setiap orang dianggap mengetahui hukum, akan
tetapi fiksi hukum ini sesungguhnya secara tidak langsung memberikan
kewajiban kepada pemerintah untuk menyebarluaskan informasi peraturan
perundang-undangan tersebut. Apabila pemerintah tidak memenuhi hak atas informasi hukum ini, maka anggapan hukum tersebut akan menciptakan ketidakadilan.
Berdasarkan
pemikiran tersebut, informasi hukum harus diposisikan sebagai milik
publik. Informasi hukum adalah hak asasi, sekaligus hak konstitusional
dan hak hukum warga negara. Penyelenggaraan negara harus memenuhi
hak-hak tersebut tanpa diskriminasi.
Adapun
maksud informasi publik di bidang hukum adalah informasi yang
diciptakan oleh lembaga publik yang bertugas mengundangkan produk hukum.
Ini meliputi sumber hukum primer seperti perauturan perundang-undangan (regels) beserta peraturan pelaksanannya, keputusan-keputusan pejabat tata usaha negara (beschickking), putusan pengadilan (vonis) dan atau putusan pengadilan yang sudah menjadi yurisprudensi, dan aturan-aturan kebijakan (beleids-regels).[13]
Semua dokumen tersebut merupakan dokumen milik publik, bukan milik
orang atau pejabat-pejabat yang membuat, menandatangani atau
mengesahkannya. Peraturan perundang-undangan mulai dari UUD sampai
ketingkat peraturan daerah dan peraturan Bupati dan Walikota adalah
milik publik. Keputusan-keputusan pejabat tata usaha negara juga tidak
boleh ada yang dirahasiakan. Meskipun keputusan-keputusan itu hanya
memuat norma yang bersifat konkrit dan individual, tetapi sebagai
dokumen hukum, tetap merupakan milik publik dan berkaitan dengan
kepentingan publik yang harus diadministrasikan secara transparan.
Demikian
juga vonis pengadilan, mulai dari putusan Mahkamah Konstitusi, Mahkamah
Agung, sampai ke pengadilan tingkat pertama di seluruh Indonesia, baik
yang berkenaan dengan pidana, perdata ataupun tata usaha negara,
semuanya adalah milik publik yang tidak boleh dirahasiakan. Salinan
putusan-putusan pengadilan itu sudah harus diserahkan kepada pihak-pihak
yang bersangkutan segera setelah putusan itu diucapkan atau dibacakan,
sehingga terhindar dari kemungkinan dilakukannya perubahan lagi sesudah
putusan itu mengikat secara hukum.
Begitu
juga dengan aturan kebijakan, pada pokoknya juga harus terbuka untuk
diketahui oleh semua orang. Kebijakan pemerintah adalah kebijakan untuk
kepentingan umum. Karena itu jika ada aturan-aturan yang dikeluarkan
dalam kerangka kebijakan itu, semua orang terkait berhak untuk tahu dan
mendapatkan akses yang sama cepat dan sama mudahnya untuk mengetahui.
Informasi tentang kebijakan, tentang peraturan, tentang keputusan dan
tentang putusan hakim tidak boleh ditahan-tahan.
Dalam rangka melaksanakan kewajiban Badan publik untuk menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik yang
berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik serta
menyediakan informasi publik, termasuk informasi hukum, yang akurat,
benar dan tidak menyesatkan, Badan Publik harus membangun
dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola
informasi publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan
mudah.
Untuk
mendokumentasikan dan menyebarluaskan informasi hukum, baik secara
manual maupun otomasi, Pusat Jaringan Dokumentasi dan Infromasi hukum
BPHN Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia telah membangun Jaringan
Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional yang menghimpun peraturan
perundang-undang dan dokumen hukum lainnya dan memberikan akses
seluas-luasnya kepada pengguna informasi hukum secara gratis.
IV. Pendokumentasian dan Penyebarluasan Informasi Hukum
Upaya-upaya mendokumentasikan dan
menyebarluaskan Informasi hukum telah dilaksanakan sejak pemikiran awal
pembentukan Jaringan Dokumentasi dan Informasi (JDI) Hukum yang muncul
dalam Seminar Hukum Nasional III pada tahun 1974 di Surabaya. Pada waktu
itu seminar memutuskan perlu adanya kebijakan nasional untuk
mulai menyusun sistem jaringan dokumentasi dan informasi hukum guna
mempermudah pencarian dan penemuan kembali peraturan perundang-undangan,
yurisprudensi serta bahan hukum lainnya. Pada tahun 1978 BPHN
mengadakan Lokakarya untuk mempersiapkan sarana yang perlu untuk
memfungsikan sistem jaringan tersebut dan menetapkan BPHN sebagai Pusat JDI Hukum Nasional yang bertugas mengkoordinir dan membina pengelolaan informasi hukum.
Dalam
pengelolaan JDI Hukum Nasional selama ini, BPHN telah menjalankan peran
sebagai Pusat Jaringan dan eksistensinya diakui oleh seluruh Anggota
Jernigan. Anggota Jaringan ini meliputi Biro-biro Hukum
Sekretariat Lembaga Tinggi Negara, Departemen, Kementrian Negara,
Lembaga Pemerintah non-Departemen, Pemerintah Daerah Provinsi serta
Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia dan lembaga-lembaga lain yang
bergerak dibidang pengembangan dokumentasi dan informasi hukum yang ditetapakan oleh Menteri Hukum dan HAM .
Keberadaan JDI
Hukum Nasional tersebut telah memperoleh dasar hukum yaitu Keputusan
(baca Peraturan) Presiden Nomor 91 tahun 1999 tentang Jaringan
Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional. Dengan dasar ini Pusat
Jaringan (BPHN) mendapat legitimasi untuk mengkoordinasikan seluruh
Anggota Jaringan. Koordinasi ini, termasuk dalam pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi, sehinggai masing-masing Anggota Jaringan dapat
meningkatkan dan mempercepat akses informasi hukum sampai ke seluruh
pelosok nusantara. Dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi
berbasis jaringan internet ini akan tercipta suatu sistem pendayagunaan
bersama antara Pusat-Anggota Jaringan serta antar Anggota Jaringan.
Masing-masing dapat mendokumentasikan dan menyebarluaskan peraturan
perundang-undangan dan bahan dokumentasi hukum lainnya secara tertib,
terpadu dan berkesinambungan serta merupakan sarana pemberian pelayanan
informasi hukum secara mudah, cepat dan akurat.
Bahan
dokumentasi hukum yang harus diolah semakin lama semakin meningkat,
baik dari segi jumlah maupun jenis, bentuk, macam dan sifat terbitannya
serta semakin tingginya frekuensi penerbitan peraturan
perundang-undangan. Dalam kondisi yang demikian pengelolaan secara
manual sudah tidak memadai lagi, sehingga diperlukan bantuan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Dengan bantuan TIK ini dapat
meningkatkan daya tampung penyimpanan bahan dokumen, mempercepat proses
serta penyebarluasan yang tidak terikat ruang dan waktu.
Dalam lingkup nasional JDI
Hukum BPHN diproyeksikan sebagai Pusat Informasi Hukum Nasional,
seperti yang dimiliki beberapa negara lain, untuk memperoleh data dan
informasi hukum di seluruh Indonesia. Untuk memenuhi maksud tersebut
sejak 1 April 2008 BPHN telah merekonstruksi Sistem Informasi Hukum Nasional berbasis jaringan internat berupa portal situs web BPHN yang dibuat tahun 2003 dengan tampilan baru yang lebih merefleksikan eksistensi BPHN sebagai Pusat Jaringan. Sistem ini dikoneksikan ke beberapa Anggota Jaringan yang telah memiliki situs web dan publik (Nasional/Internasional) dengan alamat http://www.bphn.go.id.
Tujuan aplikasi sistem ini adalah untuk meningkatkan aksesibilitas
layanan informasi hukum pada pengguna serta memperluas jangkauan
penyebarannya dan dapat menjadi sarana bagi pemberdayaan pengetahuan
hukum bagi aparatur negara, penegak hukum, akademisi dan berbagai
profesi hukum lainnya serta masyarakat pada umumnya.
Sampai saat ini JDI Hukum telah menyajikan substansi informasi hukum, antara lain :
1. Peraturan perundang-undangan tingkat pusat, daerah dan Peraturan Menteri;
2. Putusan Pengadilan Niaga, putusan dan yurisprudensi Mahkamah Agung, dan putusan Mahkamah Konstitusi;
3. Kepustakaan hukum dan berbagai koleksi Perpustakaan Hukum BPHN;
4.
Kegiatan-kegiatan BPHN seperti hasil penelitian, pengkajian dan
pengembangan hukum, penyusunan kompendium, penyusunan Naskah Akademis
RUU/RPP tertentu, Analisa dan Evaluasi peraturan perundang-undangan,
hasil Pertemuan Ilmiah, hasil pembahasan JDIH, Program Legislasi
Nasional.
Berbagai upaya yang telah dilakukan BPHN dalam membina dan mengembangkan JDI Hukum dengan memanfaatkan TIK telah berada pada jalur (track) yang tepat dan masih dimungkinkan untuk terus dikembangkan karena perkembangan TIK masih terus berlangsung hingga akhir jaman. Untuk itu tidak hanya dituntut
kesungguhan namun juga ketekunan dengan mengerahkan segala daya dan
potensi yang ada untuk mewujudkan suatu JDI Hukum yang handal dan dapat
beroperasi secara Nasional dan Internasional, karena pada
dasarnya pembangunan JDI Hukum merupakan tulang punggung pembangunan
hukum yang merupakan suatu proses berkelanjutan dan tidak pernah
berhenti (“never ending process“).
V. Penutup
Keterbukaan
Informasi Publik adalah salah satu upaya pemenuhan hak asasi manusia.
Dalam rangka pemenuhan hak mengembangkan diri dan lingkungan sosialnya,
manusia perlu berkomunikasi dan memperoleh informasi. Komunikasi
menuntut kebebasan, karena manusia tidak bisa hidup tanpa berkomunikasi.
Hak untuk berkomunikasi sama dengan hak untuk hidup. Kebebasan
memperoleh informasi juga merupakan hak asasi manusia, sebab informasi
adalah bagian integral komunikasi antar manusia.
Kebebasan
untuk memperoleh informasi sebagaimana diatur dalam DUHAM dan Kovenan
Hak Sipil dan Politik sudah dituangkan dalam UUD 1945 dan telah
dijabarkan lebih rinci kedalam berbagai undang-undang, salah satu di
antaranya adalah Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik. Undang-undang ini memberikan jaminan dan landasan
hukum terhadap hak setiap orang untuk memperoleh informasi, kewajiban
Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan informasi secara cepat,
tepat waktu, sederhana dan biaya ringan serta membenahi sistem
dokumentasi dan pelayanan informasi.
Selain itu, Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik juga dalam rangka mewujudkan good governance, karena salah satu asas good governance
adalah keterbukaan. Asas keterbukaan ini memberikan akses kepada publik
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Diharapkan badan publik termotivasi
untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan masyarakat yang
sebaik-baiknya. Akhirnya, akan mempersempit ruang dari segala bentuk
penyalahgunaan wewenang dan merupakan instrumen untuk mewujudkan
pemerintahan yang baik.
Dalam rangka menyongsong berlakunya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik pada tanggal 1 Mei 2010, mulai
sekarang sudah waktunya badan-badan publik menyiapkan diri dengan
menyediakan informasi yang ditetapkan undang-undang, membentuk unit
organisasi yang mengelola informasi dan memberikan pelayanan publik,
serta menangani pengaduan atau keberatan dari pengguna informasi.
Badan-badan Publik tentu harus menyediakan sumber daya
manusia dan peralatan serta pembiayaan yang memadai. Hal lain yang perlu
dipersiapkan adalah pembentukan Komisi Informasi, mekanisme memperoleh
informasi yang berdasarkan prinsip cepat, tepat waktu dan biaya ringan,
serta hubungan antara Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik dengan
undang-undang lain yang terkait.
Semua
dokumen yang berisi norma hukum adalah informasi publik. Semua dokumen
hukum itu adalah milik publik, bukan milik orang atau pejabat-pejabat
yang membuat, menandatangi atau yang mengesahkannya. Agar informasi
publik berupa aturan hukum itu dapat diketahui dan berlaku secara
efektif di tengah kehidupan masyarakat, kelancaran arus informasi hukum
harus terjamin serta dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat
pengguna informasi.
Mengingat luasnya wilayah
Indonesia dan dokumen hukum yang dikeluarkan semakin tinggi
frekuensinya, maka penggunaan TIK berbasis jaringan internet mutlak
diperlukan. Keunggulan TIK sangat membantu dalam hal mempercepat
proses, memudahkan pencarian dan temu kembali informasi hukum,
kapasitas dan daya tampung yang besar serta penyimpanan dokumen yang
ringkas dan penyebarluasan yang sangat efektif.
BPHN sebagai Pusat Jaringan telah membangun JDI Hukum Nasional yang dapat diakases melalui portal situs hukum www.bphn.go.id. Portal situs web ini merupakan sarana penyebarluasan dan pemahaman pengetahuan hukum serta
memudahkan pencarian dan penelusuran peraturan perundang-undangan dan
bahan dokumentasi hukum lainnya dalam rangka peningkatan pemberian
pelayanan, penegakan dan kepastian hukum.
D AF T A R P U S T A K A
A. Muis, Indonesia di Era Dunia Maya : Teknologi Infromasi Dalam Dunia Tanpa
Batas, Remaja Rosiakarya, Bandung, 2001
Alexander Rusli, (Editor), Teknologi Informasi : Pilar Bangsa Indonsia Bangkit,
Kementerian Komunikasi dan Infromasi RI, Jakarta, 2003
A.Patra M.Zen dan Dabiel Hutagalung (Editor), Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia : Panduan Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum, YLBH dan PSHK, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2007
Blasius, Sudarsono, MLS, Pembinaan dan Pengembangan Jaringan Dokumentasi dan
Informasi Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 2007
Cahyana Ahamadjayadi, M H, Peran Teknologi Informasi dalam Penyebarluasan
Informasi Hukum di Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 2004
Hans Otto Sano, dan GunmundurAlfredsson, (Editor), Rini Adriati (Alih Bahasa), Hak Asasi Manusia dan Good Governance : Membangun Suatu Keterkaitan,
Pustaka Hak Asasi Manusia Raoul Wallenberg Institut bekerja sama dengan
Departemen Hukum dan Haka Asasi Manusia RI, Jakarta 2003
Ifdal Kasim, (Editor), Hak Sipil dan Politik :Esai-esai Pilihan Buku 1, Penerjemah Tim
Elsam, Elsam, Jakarta, 2001
Jimly Asshiddiqie, Pemanfaatan Teknologi, Informasi dan Komunikasi dalam Proses
Peradilan dan Penegakan Hukum yang Efektif dan Transparan,
Makalah dalam Pertemuan Berkala ke 19 Anggota JDI Hukum Nasional di
Mataram tanggal 23-24 Juni 2009, Badan Pembinaan Hukum Nasional,
Jakarta, 2009
Rudi Rizky, S.H., LLM (Editor), Refleksi Dinamika Hukum : Rangkaian Pemikiran
dalam Dekade Terakhir, Perum Percetakan Negara RI, Jakarta, 2008
Wahyono Darmabrata, S.H,MH, Prospek Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum di
Indonesia menyongsong Globalisasi Informasi, Badan Pembinaan Hukum
Nasional, Jakarta, 2004
Zulkifli Amsyah, MLS, Manajemen Sistem Informasi, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2005
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-undang Nomor 39 Tentang Hak Asasi Manusia
[1] Kepala Pusat Dokumentasi dan Infromasi Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI
[2] Muis, A, Indonesia di Era Dunia Maya : Teknologi Infromasi dalam DuniaTanpaBatas, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal 161
[3] Otto Sano, Hans, (Editor), Rini Adriati (Alih Bahasa), Hak Asasi Manusia dan Good Governance : Membangun suatu Keterkaitan, Pustaka Hak Asasi Manusia Raoul Wallenberg Institut, Wina, 2003, hlm 82
[5] Kasim, Ifdal (Editor), Hak Sipil dan Politik : Esai-Esai Pilihan Buku 1, Terjemahan Tim Elsan, Elsam, Jakarta, 2001, hlm 254
[6] A. Patra M. Zen dan Daniel Hutagalung (Editor), Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan PSHK , Jakarta, 2006, hlm.321
[13] Jimly Asshiddiqie, Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Proses Peradilan dan Penegakan Hukum yang Efektif dan Transparan,
makalah yang disampaikan pada Pertemuan Berkala Anggota Jaringan
Dokumentasi dan Informasi (JDI) Hukum Nasional ke 18 tanggal 23-24 Juli
2009 di Mataram, hlm.3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar