Minggu, 01 September 2013

IMPLEMENTASI KEBEBASAN MENDIRIKAN PARTAI POLITIK DI INDONESIA



Oleh Ajarotni Nasution, S.H., M.H.[1]

PENDAHULUAN
       Sebelum diamandemen, Pasal 28 UUD 45  menentukan bahwa “Kebebasan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.” Pasal ini mengandung arti bahwa kebebasan berserikat adalah pemberian Negara melalui undang-undang. Amandemen UUD 1945 tahap ke-2 tahun 2000 mempertegas dan memperluas makna kebebasan berserikat dalam UUD 45. Isi Pasal 28 tersebut tetap dipertahankan tetapi esensi kebebasan berserikat ditegaskan bukan sebagai pemberian negara, tetapi sebagai bagian dari hak asasi manusia yang melekat pada warga dan dihargai oleh Negara. 
       Pasal 28E ayat (3) menegaskan bahwa “Setiap orang  berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” UUD 1945 memberikan jaminan sangat tegas terhadap hak setiap orang atas kebebasan bersertikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Dalam pelaksanaannya ada pengaturan lebih lanjut dalam Pasal 28J ayat (2) yang berbunyi, “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan dan kebebasan atas hak dan kebebasan orang lain dan memenuhi tuntutan yang adil sesuai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”                                             
         Dalam rangka pengaturan lebih lanjut dan pembatasan dalam undang-undang seperti yang dinaksud pasal 28J ayat (2) UUD 185 tersebut, harus pula diingat bahwa hak atas kemerdekaan berserikat dan berkumpul seperti dimaksud dalam pasal 28E ayat (3) juncto Pasal 28 UUU 1945 tersebut di atas, terkait erat dengan hak atas kemerdekaan pikiran hati nurani. Karena, kemerdekaan berserikat atau freedom of association itu sendiri merupakan salah satu bentuk ekspresi pendapat dan aspirasi atas ide-ide yang disalurkan dengan cara bekerjasama dengan orang lain yang seide dan seaspirasi.[2]
       Dalam UUD 1945, hak atas kemerdekaan pikiran, pendapat, sikap dan hati nurani itu dijamin dengan tegas oleh pasal 28E ayat (2) yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.” Ketentuan pasal ini dianggap sangat fundamental, sehingga digolongkan dalam kelompok hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun seperti yang ditentukan dalam pasal 28I ayat (1). Pasal ini menyatakan bahwa “hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.”
       Kebebasan berserikat, atau lengkapnya kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat, adalah conditio sine qua non (prasyarat mutlak) bagi tegaknya mekanisme checks and balances yang dianut UUD 45. Pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif dan judikatif hanya akan bermakna bila ada kewenangan untuk saling mengimbangi di antara cabang kekuasaan itu. Kemampuan saling mengimbangi hanya akan mempunyai relevansi dengan aspirasi masyarakat luas bila ada kebebasan berserikat, berkumpul dan menyatakan pikiran bagi warga. Selanjutnya kebebasan berserikat juga merupakan landasan perkembangan demokrasi yang sehat.
       Jika kebebasan freedom of expression tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, maka seharusnya freedom of association sebagai salah satu bentuk penyaluran freedom of expression tersebut juga tidak dapat dikurangi. Karena itu pengaturan menurut pasal 28 dan 28J, tidak boleh bersifat mengurangi kebebasan atas berserikat itu. Pengaturan dan pembatasan itu harus benar-benar didasarkan atas suatu reasonable ground (alasan rasional yang masuk akal) dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.[3]
        Jadi yang diperlukan untuk memerinci ketentuan pasal 28 dan 28E ini adalah sebuah undang-undang tentang kebebasan berserikat, bukan sebuah undang-undang yang justru membatasinya. Apabila manusia dibiarkan mengejar kepentingannya masing-masing dan bersaing tanpa batas, maka akan timbul  keadaan yang penuh pertentangan yang dapat merugikan masyarakat secara keseluruhan.
PARTAI POLITIK DALAM NEGARA DEMOKRASI

       Menurut teori, apakah suatu negara menjalankan atau tidak menjalankan demokrasi dapat ditilik dari sistem kepartaiannya (Man and Society; 1968). Dalam demokrasi yang ideal, sistem kepartaian membuka kesempatan kepada rakyat untuk mendapat kebebasan membuat pilihan politik. Maka di negara-negara demokrasi, sedikitnya ada dua partai untuk saling memperebutkan suara rakyat. Dalam negara demokrasi, seluruh rakyat bebas menjalankan kehidupan masing-masing sesuai aturan yang dibuat bersama.[4]
       Pasal 1 ayat (2) UUD 45 mengatur bahwa , “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Demokrasi di negara Republik Indonesia  adalah demokrasi konstitusional, demokrasi yang dilaksanakan menurut ketentuan UUD.  Pancasila sebagai norma dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD menjadi  nilai dasar (value) dan moral demokrasi bangsa Indonesia. Demikian pula penegasan Pasal 1 ayat (3) UUD 45 bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”, memberi kualifikasi bahwa demokrasi di Indonesia bergerak dalam batasan hukum. Dalam hubungan ini, maka batasan hukum bukanlah sekedar batasan hukum positif, tetapi batasan hukum yang memenuhi rasa keadilan dalam lingkup nilai-nilai Pancasila.
       Pembentukan partai-partai politik adalah implementasi nyata dari kebebasan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat. Kemudian, sebagai hasil berkembangnya kebebasan berserikat yang sehat adalah terbentuknya organisasi kemasyarakatan dan partai politik yang menjadikan masyarakat sipil lebih matang dan dewasa. Dalam konteks Indonesia maka yang diharapkan adalah adanya partai politik  yang didukung oleh kebebasan berserikat dan berkumpul yang mengacu pada nilai-nilai Pancasila.
       Keberadaan partai politik merupakan salah satu wujud pelaksanaan asas kedaulatan rakyat. Sebab dengan partai politik itulah aspirasi rakyat yang beraneka ragam disalurkan. Apabila kedaulatan rakyat ada di tangan rakyat, maka kekuasaan politik harus berasal dari rakyat. Sebagai konsekwensinya, kepada rakyat harus diberikan kebebasan mendirikan partai politik. Karena itu, diperlukan pembatasan hak berserikat berdasarkan undang-undang, agar asas kedaulatan rakyat itu dapat diwujudkan secara lebih baik.
       Partai politik dan kebebasan kerap kali disebut dalam satu nafas, seolah-olah keduanya bisa bertukar tempat tanpa meninggalkan persoalan sedikit pun. Kehadiran partai politik selalu diasosiasikan dengan kebebasan dan sebaliknya untuk mengamati kebebasan perhatikanlah kehadiran partai politik dalam suatu negara. Intensitas kebebasan dianggap berhubungan langsung dengan eksistensi kepartaian.
       Kehadiran partai politik dalam sebuah negara demokrasi, menurut Miriam Budiardjo, berfungsi sebagai : (i) sarana komunikasi politiki; (ii) sarana sosialisasi politik (political socialization) (iii)  sarana rekruitmen politik (political rekruitment), (iv)  sarana pengatur konflik (conlict management).[5]
          Dengan sejumlah fungsi yang melekat pada partai politik, kehadiran dan peranan partai politik amat penting dalam kehidupan politik  yang demokratis. Karena partai politik menjadi salah satu sarana untuk  mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, serta menyediakan sarana suksesi kepemimpinan politik secara sah dan damai. Di samping itu partai politik juga dapat memperjuangkan kepentingan warga konstituennya serta memberikan penjelasan kepada mereka mengenai keputusan-keputusan politik yang diambil pemerintah. Jika fungsi-fungsi tersebut bekerja dengan baik maka demokrasi akan berjalan dengan sehat, jika sebaliknya maka kehidupan demokrasi akan mengalami ketidakstabilan.
       Sebagai sarana komunikiasi politik, partai politik berperan sangat penting dalam upaya mengaktualisasikan kepentingan politik masyarakat. Berbagai kepentingan tersebut diserap sebaik-baiknya oleh partai politik menjadi ide-ide, visi dan kebijakan yang kemudian dilaksanakan sehingga diharapkan dapat mempengaruhi atau bahkan menjadi materi kebijakan penting dalam melakukan sosialisasi politik. Ide, visi dan kebijakan partai politik disosialisasikan kepada konstituen untuk mendapatkan umpan balik berupa dukungan dari masyarakat. Dalam hubungan ini partai politik pun berperan sebagai sarana pendidikan politik rakyat. Sebagai sarana rekruitmen politik, parpol dapat diperankan sebagai kendaraan politik bagi para kadernya untuk meraih jabatan/kedudukan politik dalam pemerintahan. Sebagai pengatur konflik, partai politik berperan sebagai sarana yang menyalurkan berbagai kepentingan melalui saluran lembaga politik.
       Memang, kebebasan mendirikan partaipolitik tanpa batas  dapat menimbulkan persoalan yang justru merugikan perkembangan demokrasi. Kalau memang jumlah partai harus dibatasi, maka persoalannya kemudian adalah bagaimana caranya agar partai-partai itu dapat memainkan perananannya secara wajar dan optimal baik sebagai wahana penyalur aspirasi rakyat maupun sebagai sarana membangun pemerintahan secara demokratis dari bawah, yang mampu menunjukkan bahwa negara memang menganut asas kedaulatan rakyat.
       Atas dasar itu, maka pengaturan yang berpotensi menerobos atau bahkan melanggar hak asasi manusia, temasuk mengenai organisasi partai politik, haruslah dilakukan melalui sebuah proses demokrasi, yaitu dalam berupa undang-undang yang dibentuk bersama oleh DPR dengan Presiden. UUD 45 menegaskan pengaturan dan pembatasan seperti itu hanya dapat dilakukan dengan undang-undang  (Pasal 28J ayat (2) UUD 45), tidak dengan bentuk peraturan perundang-undangan lainnya.
      
PEMBENTUKAN PARTAI POLITIK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

      UUD 1945 mengamanatkan bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat merupakan hak asasi manusia yang harus dilaksanakan guna menumbuhkan semangat kebangsaan dalam NKRI yang demokratis. Hak berserikat dan berkumpul ini diwujudkan dalam pembentukan partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi dalam sistem politik Indonesia.  Namun, kebebasan berserikat dalam membentuk partai politik di Indonesia memiliki batasan-batasan tertentu agar tidak kebablasan dan mengancam persatuan di Indonesia. Oleh karena itu,  partai politik harus ditata untuk mewujudkan sistem politik yang demokratis dan mendukung sistem pemerintahan yang efektif.
       Penataan partai politik diarahkan pada dua hal utama, yaitu, pertama, membentuk sikap dan perilaku partai politik yang terpola atau sistemik sehingga terbentuk budaya politik yang mendukung prinsip-prinsip dasar sistem demokrasi. Kedua, memaksimalkan fungsi-fungsi partai politik baik fungsi partai politik terhadap negara maupun fungsi partai politik terhadap rakyat. Untuk itu paling tidak dilakukan  empat hal yaitu pertama, mengkondisikan terbentuknya sistem multipartai sederhana, kedua, mendorong terciptanya pelembagaan partai yang demokratis dan akuntabel, ketiga, mengkondisikan terbentuknya kepemimpinan partai yang demokratis dan akuntabel, dan keempat mendorong penguatan basis dan struktur kepartaian pada tingkat masyarakat.[6]
       Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2008 tentang Partai Politik, telah  mengatur hal-hal pokok, antara lain,  tentang
penataan dan penyempurnaan partai politik di Indonesia, yaitu persyaratan pembentukan
partai politik, demokratisasi internal partai politik,  perubahan AD dan ART, transparansi dan
akuntabelitas pengelolaan keuangan partai politik, mempertahankan tingkat kesetaraan
gender, rekrutmen dan pendidikan politik, pengelolaan keuangan partai politik dan
kemandirian partai politik.
       Pengertian partai politik, menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD Tahun 1945. Dari rumusan pengertian partai politik ini menjadi jelas bahwa negara Indonesia memberikan kebebasan berserikat yang seluas-luasnya kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk membentuk dan menyampaikan aspirasinya melalui partai politik.

Pembentukan dan Pembubaran Partai Politik
       Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, partai politik  didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit 30 orang warga negara Republik Indonesia yang telah berusia 21 tahun atau sudah menikah dari setiap provinsi dengan menyertakan 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan dalam kepengurusan tingkat pusat, tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
       Setiap warga negara Republik Indonesia dapat menjadi anggota partai politik apabila sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah menikah. Status keanggotaan bersifat sukarela, tidak diskriminatif dan terbuka bagi setiap warga negara Indonesia yang meyetujui AD dan ART partai politik yang bersangkutan. Anggota mempunyai hak dalam menentukan kebijakan serta hak memilih dan dipilih. Sementara kewajibannya adalah  mematuhi dan melaksanakan AD dan ART serta berpartisipasi dalam kegiatan partai politik yang bersangkutan. Keanggotaan partai politik berhenti apabila : (a) meninggal dunia; (b) mengundurkan diri secara tertulis; (c) menjadi anggota partai politik lain; atau (d) melanggar AD dan ART. Undang-undang ini menentukan  juga bahwa anggota partai politik yang menjadi anggota lembaga perwakilan rakyat dapat diberhentikan keanggotaannya dari partai politik diikuti dengan pemberhentian dari keanggotaan di lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Anggota partai politik yang berhenti atau yang diberhentikan dari kepengurusan dan/atau keanggotaan partai politiknya tidak dapat membentuk kepengurusan dan/atau partai politik yang sama.
      Organisasi partai politik mempunyai hubungan kerja yang bersifat hierarkis.  Memiliki kepengurusan tingkat  pusat yang berkedudukan di ibu kota negara, tingkat provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi; dan tingkat kabupaten/kota kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota, serta dapat memiliki kepengurusan sampai tingkat kelurahan/desa atau sebutan lain. Kepengurusan di setiap tingkatan dipilih secara demokratis melalui musyawarah sesuai dengan AD dan ART dengan memperhatikan kesataraan gender. Kesetaraan dan keadilan gender dicapai melalui peningkatan jumlah perempuan secara signifikan dalam kepengurusan partai politik. Pasal  20 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011, mengharuskan kepengurusan partai politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota keterwakilan perempuan paling rendah 30% (tiga puluh perseratus) yang diatur dalam AD dan ART partai politik masing-masing. Kepengurusan partai politik dapat membentuk badan/lembaga yang bertugas untuk menjaga kehormatan dan martabat partai politik beserta anggotanya. Kekuasaan tertinggi atau kedaulatan dalam partai politik berada di tangan para anggota yang dilaksanakan menurut AD dan ART.
       Dalam hal terjadi pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART, susunan kepengurusan hasil pergantian pusat didaftarkan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia  paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terbentuknya kepengurusan yang baru. Paling lama 7 tujuh) hari terhitung sejak persyaratan diterima, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia  sudah memberikan keputusan terdaftar kepada pengurus baru.
         Pasal 32 menentukan, apabila terjadi perselisihan kepengurusan dalam partai politik, akan diselesaikan secara internal oleh suatu mahkamah partai politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh partai politik. Susunan mahkamah partai politik atau sebutan lain disampaikan oleh Pimpinan partai politik kepada Kementerian. Perselisihan kepengurusan terjadi apabila pergantian kepengurusan partai politik yang bersangkutan ditolak oleh paling rendah 2/3 (dua pertiga) dari jumlah peserta forum tertinggi pengambilan keputusan partai politik. Perselisihan partai politik  meliputi antara lain: (1) perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan; (2) pelanggaran terhadap hak anggota partai politik; (3) pemecatan tanpa alasan yang jelas; (4) penyalahgunaan kewenangan; (5) pertanggung jawaban keuangan; dan/atau (6) keberatan terhadap keputusan partai politik. Apabila terjadi perselisihan dalam kepengurusan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia   belum dapat mengesahkan perubahan kepengurusan sampai perselisihan terselesaikan.
       Penyelesaian perselisihan internal partai politik harus diselesaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari. Putusan dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan, bersifat final dan mengikat secara internal. Apabila  penyelesaian perselisihan tidak tercapai, maka  penyelesaian dilakukan melalui Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri menyelesaikan paling lama 60 (enam puluh) hari sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan. Putusan Pengadilan Negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Di tingkat kasasi paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak memori kasasi terdaftar di kepaniteraan Mahkamah Agung
       Partai politik dinyatakan bubar, menurut Pasal 41 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, apabila: (a) membubarkan diri atas keputusan sendiri berdasarkan AD dan ART; (b) menggabungkan diri dengan partai politik lain; atau (c) dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi. Pembubaran partai politik diberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Menteri mencabut status badan hukum partai politik yang bersangkutan dan mengumumkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
       Partai politik dapat bergabung dengan partai politik lain dengan cara: (a) menggabungkan diri membentuk partai politik baru dengan nama, lambang, dan tanda gambar baru; atau (b) menggabungkan diri dengan menggunakan nama, lambang, dan tanda gambar salah satu partai politik. Partai politik baru hasil penggabungan  harus memenuhi ketentuan pembentukan partai politik, yaitu harus mendaftarkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk memperoleh status sebagai badan hukum. Kewajiban ini tidak berlaku bagi partai politik yang menerima penggabungan.

Pendaftaran Partai politik
       Untuk menjadi badan hukum, partai politik harus didaftarkan ke Kementerian Hukum dan Hak Manusia oleh paling sedikit 50 orang pendiri yang mewakili seluruh pendiri partai politik dengan persyaratan mempunyai : (a) akta notaris yang  memuat AD dan ART serta kepengurusan partai politik tingkat pusat; (b) nama, lambang, atau tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda gambar yang telah dipakai secara sah oleh Partai Politik lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; (c) kepengurusan pada setiap provinsi dan paling sedikit 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah kabupaten/kota pada provinsi yang bersangkutan dan paling sedikit 50% (lima puluh perseratus) darijumlah kecamatan pada kabupaten/kota yang bersangkutan; (d) kantor tetap pada tingkatan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir pemilihan umum; dan (e) rekening atas nama partai politik.
       Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menerima pendaftaran dan melakukan penelitian dan/atau verifikasi kelengkapan dan kebenaran persyaratan pendirian dan pembentukan partai politik. Pelaksanaan penelitian dan/atau verifikasi ini paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak dokumen persyaratan secara lengkap diterima. Pengesahan partai politik menjadi badan hukum dilakukan dengan Keputusan Menteri paling lama 15 (lima belas) hari sejak berakhirnya proses penelitian dan/atau verifikasi. Kemudian Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengumumkan keputusan tentang  pengesahan partai politik dalam Berita Negara Republik Indonesia.
       Dalam hal terjadi perubahan AD dan ART, karena dinamika dan kebutuhan partai politik, harus didaftarkan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak perubahan tersebut terjadi dengan menyertakan akta notaris mengenai perubahan AD dan ART. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengesahkan perubahan dimaksud dengan Keputusan Menteri paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak dokumen persyaratan secara lengkap diterima dan selanjutnya mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Dalam AD, setiap partai politik dapat mencantumkan asas dan ciri tertentu sesuai dengan kehendak dan cita-cita partai politik yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Asas dan ciri Partai Politik merupakan penjabaran dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Tujuan dan Fungsi Patai Politik
       Selanjutnya Pasal 10 menentukan, tujuan partai politik adalah  (a)  mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945; (b) menjaga dan memelihara keutuhan NKRI; (c) mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam NKRI; dan (d) mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini tujuan umum, sedangkan tujuan khusus partai politik meliputi : (a) meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan; (b) memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan (c) membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
       Kemudian  Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 menenetukan bahwa partai politik berfungsi sebagai sarana : (a) pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; (b)  penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat; (c) penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara; (d) partisipasi politik warga negara Indonesia; dan (e) rekruitmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
       Mengenai fungsi pendidikan partai politik, Pasal 31 menentukan bahwa partai politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai dengan ruang lingkup tanggung jawabnya dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender dengan tujuan, antara lain : (a) meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; (b) meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan (c) meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Pendidikan politik dimaksud dilaksanakan untuk membangun etika dan budaya politik sesuai dengan Pancasila.
       Fungsi rekruitmen partai politik, Pasal 29 (1) menentukan bahwa partai politik melakukan rekruitmen terhadap warga negara Indonesia untuk menjadi: (a) anggota partai politik; (b) bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dilaksanakan melalui seleksi kaderisasi secara demokratis sesuai dengan AD dan ART dengan mempertimbangkan paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.(c) bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan AD dan ART serta peraturan perundang-undangan.; dan (d) bakal calon Presiden dan Wakil Presiden dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan AD dan ART serta peraturan perundang-undangan.

Hak dan Kewajiban Partai Politik
       Dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, menentukan hak-hak partai politik, yaitu : (a) memperoleh perlakuan yang sama, sederajat, dan adil dari negara; (b) mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri; (c) memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan tanda gambar partai politik;(d) ikut serta dalam pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah; (e) membentuk fraksi di tingkat Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota; (f) mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (g) mengusulkan pergantian antarwaktu anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;  (h) mengusulkan pemberhentian anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; (i) mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta calon walikota dan wakil walikota; (j) membentuk dan memiliki organisasi sayap Partai Politik; dan (k) Parpol berhak memperoleh bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Bantuan tersebut diberikan secara proporsional kepada parpol yang mendapatkan kursi di DPR dan DPRD yang penghitungannya berdasarkan jumlah perolehan suara, bukan jumah kursi.
       Selain memiliki hak-hak sebagaimana tersebut di atas, partai politik juga mempunyai beberapa kewajiban, yaitu : (a) mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD 1945, dan peraturan perundang-undangan; (b) memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (c) berpartisipasi dalam pembangunan nasional; (d)  menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia; (e)  melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik anggotanya; (f) menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum; (g)  melakukan pendaftaran dan memelihara ketertiban data anggota; (h) membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan jumlah sumbangan yang  diterima, serta terbuka kepada masyarakat; (i) menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah secara berkala 1 (satu) tahun sekali kepada Pemerintah setelah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan; (j) memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum; dan (k) menyosialisasikan program partai politik kepada masyarakat.
       Dalam kaitan dengan bantuan keuangan dari APBN dan APBD, partai politik wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran kepada Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) secara berkala 1 (satu) tahan sekali untuk diaudit paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Hasil audit disampaikan kepada partai politik paling lambat 1 (satu) bulan setelah diaudit. Tidak melaksanakan kewajiban ini, dikenai sanksi administratif berupa penghentian bantuan APBN dan APBD sampai laporan diterima oleh Pemerintah dalam tahun anggaran berkenaan.

Keuangan Partai Politik
       Faktor dana atau keuangan dalam dunia perpolitikan sangat menentukan dalam berfungsinya pengurus dan kepengurusan serta proses pelembagaan partai politik. Keuangan partai politik bersumber dari: (a) iuran anggota; (b) sumbangan yang sah menurut hukum yang dapat berupa uang, barang dan atau jasa; dan (c)  bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Bantuan ini diberikan secara proporsional kepada partai politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota yang penghitungannya berdasarkan jumlah perolehan suara. Bantuan ini diprioritaskan untuk melaksanakan pendidikan politik bagi anggota partai politik dan masyarakat. Pendidikan politik di sini berkaitan dengan kegiatan: (a)  pendalaman mengenai empat pilar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (b) pemahaman mengenai hak dan kewajiban warga negara Indonesia dalam membangun etika dan budaya politik; dan (c) pengkaderan anggota partai politik secara berjenjang dan berkelanjutan.
       Partai politik dapat menerima sumbangan yang sah menurut hukum dari (a) perseorangan anggota partai politik yang pelaksanaannya diatur dalam AD dan ART; (b) perseorangan bukan anggota partai politik, paling banyak senilai Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) per orang dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran; dan (c) perusahaan dan/atau badan usaha, paling banyak senilai Rp 7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah) per perusahaan dan/atau badan usaha dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran.  Sumbangan ini didasarkan pada prinsip kejujuran, sukarela, keadilan, terbuka, tanggung jawab, serta kedaulatan dan kemandirian partai politik. Setiap orang atau badan usaha yang melanggar ketentuan ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah dana yang disumbangkannya. Pengurus partai politik yang menerima sumbangan dari perseorangan dan/atau perusahaan/badan usaha yang melebihi ketentuan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah dana yang diterima.
       Keuangan yang diterima partai politik merupakan pendapatan yang dapat digunakan untuk pengeluaran dalam pelaksanaan program, mencakup pendidikan politik, dan operasional sekretariat partai politik. Penerimaan dan pengeluaran keuangan dikelola melalui rekening kas umum partai politik. Pengurus di setiap tingkatan melakukan pencatatan atas semua penerimaan dan pengeluaran keuangan dan menyusun laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan setelah tahun anggaran berkenaan berakhir. Hasil pemeriksaan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan terbuka untuk diketahui masyarakat.
       Pengelolaan keuangan partai politik dilakukan secara transparan dan akuntabel dan  diaudit oleh akuntan publik setiap 1 (satu) tahun dan diumumkan secara periodik, artinya dipublikasikan setiap setahun sekali melalui media massa. Partai politik wajib membuat laporan keuangan untuk keperluan audit dana yang meliputi (a) laporan realisasi anggaran partai politik; (b) laporan neraca; dan (c) laporan arus kas.

Larangan Partai Politik
       Pasal 40 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 menenetukan bahwa partai politik dilarang :
1. menggunakan nama, lambang, atau tanda gambar yang sama dengan: (a) bendera atau lambang negara Republik Indonesia; (b) lambang lembaga negara atau lambang Pemerintah; (c) nama, bendera, lambang negara lain atau lembaga/badan internasional; (d) nama, bendera, simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang; (e) nama atau gambar seseorang; atau (f) yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda gambar partai politik lain;
2. melakukan : (a) kegiatan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan; atau (b) kegiatan yang membahayakan keutuhan dan keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
3.  untuk : (a) menerima dari atau memberikan kepada pihak asing sumbangan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; (b) menerima sumbangan berupa uang, barang, ataupun jasa dari pihak mana pun tanpa mencantumkan identitas yang jelas; (c) menerima sumbangan dari perseorangan dan/atau perusahaan/badan usaha melebihi batas yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; (d)  meminta atau menerima dana dari badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik desa atau dengan sebutan lainnya; atau (e)  menggunakan fraksi di Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota sebagai sumber pendanaan Partai Politik;
4. mendirikan  badan usaha dan/atau memiliki saham suatu badan usaha:
5. menganut dan mengembangkan serta menyebarkan ajaran atau paham  komunisme/ Marxisme-Leninisme.      

Pelanggaran  dan Sanksi
       Pasal 47 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 menentukan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan pembentukan partai politik, pendaftaran partai politik, asas partai politik bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945,  dikenai sanksi administratif berupa penolakan pendaftaran partai politik sebagai badan hukum oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kepada partai politik yang melanggar ketentuan tentang pembuatan pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan jumlah sumbangan secara tidak transparan dan terbuka, dapat dikenai sanksi berupa teguran secara terbuka oleh Komisi Pemilihan Umum. Apabila suatu partai politik lalai atau tidak membuat laporan keuangan, tidak memiliki rekening khusus dana kampanye dan tidak membuat laporan neraca keuangan kepada  KPU, maka dapat dikenani sanksi administratif  berupa prenghentian bantuan dari anggaran negara. Pelanggaran terhadap ketentuan kewajiban memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum, dikenai sanksi administratif berupa teguran oleh Komisi Pemilihan Umum. Pelanggaran terhadap ketentuan kewajiban melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik anggotanya, dikenai sanksi administratif yang ditetapkan oleh badan/lembaga yang bertugas untuk menjaga kehormatan dan martabat partai politik beserta anggotanya.
       Pasal 48 menetukan bahwa (a) Partai politik yang telah memiliki badan hukum melanggar larangan menggunakan bendera atau lambang negara RI, lambang-lambang negara atau lambang pemerintah, nama, bendera, lambang negara lain atau lembaga/badan internasional, nama, bendera, simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang, nama atau gambar seseorang, atau yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda gambar partai politik lain, dikenai sanksi administratif  berupa pembekuan kepengurusan oleh Pengadilan Negeri. Pelanggaran terhadap ketentuan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan, atau kegiatan yang membahayakan keutuhan dan keselamatan NKRI, dikenai sanksi administratif berupa pembekuan sementara partai politik yang bersangkutan sesuai dengan tingkatannya oleh Pengadilan Negeri paling lama 1 (satu) tahun. Partai Politik yang telah dibekukan sementara dan melakukan pelanggaran lagi terhadap ketentuan larangan menerima dari atau memberikan kepada pihak asing sumbangan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dibubarkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
       Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan larangan menerima dari atau memberikan kepada pihak asing sumbangan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, pengurus partai politik yang bersangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah dana yang diterimanya. Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan: (a) menerima sumbangan berupa uang, barang, ataupun jasa dari pihak mana pun tanpa mencantumkan identitas yang jelas, (b) menerima sumbangan dari perseorang dan atau perusahaan/badan usaha melebihi batas yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, dan (c) meminta atau menerima dana dari badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik desa atau dengan sebutan lain,  pengurus partai politik yang bersangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah dana yang diterimanya. Pelanggaran terhadap ketentuan larangan partai politik mendirikan badan usaha dan/atau memiliki saham suatu badan usaha, dikenai sanksi administratif berupa pembekuan sementara kepengurusan partai politik yang bersangkutan sesuai dengan tingkatannya oleh Pengadilan Negeri serta aset dan sahamnya disita untuk negara. Pelanggaran terhadap ketentuan larangan partai politik menganut dan mengembangkan serta menyebarkan ajaran atau paham komunisme/Marxisme-Leninisme, dikenai sanksi pembubaran partai politik oleh Mahkamah Konstitusi.

PENUTUP

       Dari semua yang telah dipaparkan  di atas, dapat disimpulkan bahwa kebebasan berserikat yang diamanahkan oleh Undang-Undang Dasar 1945, antara lain, telah diimplementasikan dalam pembentukan partai politik dengan pembatasan-pembatasan yang  diatur di dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2011. Implementasi kebebasan berserikat yang terdapat di dalam Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat Indonesia untuk membentuk partai politik dan menyuarakan apa yang menjadi kepentingannya. Asalkan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 tersebut.
       Dalam sebuah negara demokrasi, partai politik dibentuk sebagai cerminan representasi politik dalam masyarakat dan merupakan bagian dari mekanisme demokrasi politik. Oleh sebab itulah aktivitas dan dinamika kehidupan partai politik perlu diorientasikan bagi peningkatan kualitas demokrasi. Pelembagaan demokrasi perlu diperkokoh dengan  penguatan kelembagaan partai-partai politiknya.
       Partai politik memiliki fungsi-fungsi yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas kehidupan demokrasi, yakni sebagai berikut: sarana agregasi politik; sarana komunikasi politik; sarana sosialisasi politik; sarana rekruitmen politik; sarana pendidikan politik; dan sarana pengatur konflik politik. Partai-partai politik di negeri ini perlu mengaktifkan fungsi-fungsinya secara optimal, dan tidak hanya terfokus pada fungsi rekruitmen politik semata, tetapi juga fungsi-fungsi penting lainnya, terutama fungsi pendidikan politik.
       Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, telah mengakomodasikan
beberapa pradigma baru sejalan dengan menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia.
Undang-undang ini mengatur hal-hal pokok tentang penataan dan penyempurnaan partai
politik di Indonesia, yaitu persyaratan pembentukan, demokratisasi internal, perubahan AD
dan ART,  transparansi dan akuntabelitas pengelolaan keuangan partai politik, rekrutmen dan
pendidikan politik, mempertahankan tingkat kesetaraan gender, pengelolaan keuangan dan
kemandirian partai politik.
       Sehubungan dengan hal tersebut, perlu adanya pengawasan pemerintah dalam menjalankan ketentuan Undang-Undang No.2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, agar kebebasan berserikat yang diimplementasikan  di dalamnya benar benar dapat dilaksanakan dan  menghasilkan proses politik yang baik. Juga perlu memberikan penyuluhan dan sosialisasi mengenai kebebasan berserikat yang dituangkan di dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2011.



DAFTAR KEPUSTAKAAN

Miriam Budiardjo, 2004, Dasar Dasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Sigit Pamungkas, 2011, Partai Politik, Teori dan Praktek di Indonesia, Yogyakarta : Perum
               Griya Saka Permai

Jimly Asshiddiqie, 2006, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan    
                Magkamah konstitusi, Jakarta : Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah
                Konstitusi RI

.............., 2007, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta :
                Buana Ilmu Populer

Yusril Ihza Mahendra, 1996, Dinamika Tatanegara Indonesia, Kompilasi Aktual Masalah
               Konstitusi Dewan Perwakilan dan Sistem Kepartaian, Jakarta : Bina Insani 

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.


















[1] Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan  Transformasi Konflik Hak Asasi Manusia, Balitbangham, Kemkumhan RI
[2] Jimly Asshiddiqie, Kemerdekaan Bersxerikat, Pembubaran Partai Politik, dan Mahkamah Konstitusi, Setjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2006, hal. 11
[3] Ibid
[4] Tuti Adhitama, Pencerahan Partai Politik,  Media Indonesia,  8 April 2011
[5] Miriam Budiardjo, Dasar Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hal. 163
[6] Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undsang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar