Minggu, 01 September 2013

JARINGAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI (JDI) HUKUM SEBAGAI PENDUKUNG PEMBANGUNAN DI BIDANG HUKUM[1]


              
Oleh
      Ajarotni Nasution, S.H., M.H
   Kepala Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum , BPHN

A. PENDAHULUAN
                Untuk mewujudkan Indonesia yang demokratis berdasarkan hukum, mensyaratkan pembangunan hukum nasional yang diarahkan kepada semakin terwujudnya sistem hukum nasional yang mencakup (1) substansi hukum yang tercermin dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang seharusnya bersifat harmonis satu sama lain; (2) kelembagaan hukum yang seharusnya tidak tumpang tindih satu sama lain, termasuk aparat hukum; (3) kualitas sumber daya manusia yang membuat, melaksanakan dan menegakkan peraturan perundang-undangan; (4) sistem informasi hukum  yang lengkap dan sistem administrasi yang efisien, terbuka dan transparan; (5) kultur dan kepemimpinan yang dapat dijadikan teladan dalam menggerakkan bekerjanya hukum.
              Dari kelima aspek tersebut, yang relevan dibahas di sini adalah aspek yang keempat, yaitu sistem informasi hukum dan administrasi hukum. Hidup di jaman yang sangat mengandalkan penguasaan informasi yang sebanyak-banyaknya, seluas-luasnya, setepat-setepatnya dan secepat-cepatnya. Informasi yang demikian merupakan kunci dalam mengambi keputusan  yang cepat dan akurat. Akan tetapi dalam praktik, kita menyaksikan informasi hukum tidak merata, tidak lengkap dan tidak cepat, sehingga kualitas dan produktifitas dalam mengambil keputusan juga terganggu. Makin banyak dan kompleks  jenis dan bentuk peraturan, makin sulit pula menguasai dan memahami informasi hukum. Sementara itu, Indonesia menganut teori fiksi yang beranggapan bahwa begitu suatu aturan hukum sudah diundangkan dalam lembaran Negara/Daerah, maka pada saat itu pula setiap orang dianggap mengetahuinya. Teori ini membenarkan prinsip universal, yaitu persamaan di hadapan hukum (aquality before the law).
             Teori fiksi memang bersifat anggapan, karena tidak mencerminkan kenyataan yang sebenarnya. Di negara yang tingkat kesejahteraan dan pengetahuan masyarakatnya merata, tentu teori fiksi tidak menjadi persoalan. Di dalam masyarakat yang seperti ini informasi yang tersedia dalam masyarakat bersifat simetris. Tetapi negara seperti Indonesia yang wilayahnya begitu luas, jumlah penduduk yang begitu banyak, sudah barang tentu sistem informasi hukum yang tersedia dalam masyarakat tidak merata. Rasanya tidak adil untuk memaksakan berlakunya suatu aturan hukum kepada mereka yang sama sekali belum mengerti hukum yang diberlakukan kepada mereka. Oleh karena itu, di samping adanya  kegiatan pembuatan hukum dan penegakan hukum, juga memerlukan kegiatan pemasyarakatan hukum yang sering diabaikan selama ini. Padahal hal inilah kunci tegaknya hukum. Tanpa basis sosial yang menyadari hak dan kewajibannya secara hukum, maka hukum apapun yang dibuat tidak akan efektif, tidak akan tegak dan tidak akan ditaati dengan sungguh-sungguh.

B. DUKUNGAN INFORMASI HUKUM TERHADAP PEMBANGUNAN DI
  BIDANG HUKUM
               Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah mengatur jenis dan hierarkhi Peraturan Perundang-undangan, termasuk Peraturan Desa di samping Peraturan Daerah. Selain itu, ada pula kewajiban Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk menyebarluaskan peraturan perundang-undangan yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara/Lembaran Daerah, agar khalayak mengetahui peraturan perundang-undangan tersebut dan mengerti/memahami isi serta maksud-maksud yang terkandung di dalamnya.[2]
               Ditambah lagi dengan berlakunya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008  tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-undang ini mengatur hak dan kewajiban pemohon/pengguna informasi serta hak dan kewajiban Badan Publik. Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan menerbitkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik. Untuk melaksanakan kewajiban ini Badan Publik membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien, sehingga dapat diakses dengan mudah. Dalam rangka memenuhi kewajiban ini Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan non elektronik.[3]                                          
                Penyelenggara negara wajib terus mensosialisasikan dan menyebarluaskan berbagai peraturan hukum dengan menggunakan sarana teknologi informasi dan komunikasi modern. Hal ini merupakan upaya preventif dan mengurangi pelanggaran hukum yang disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat terhadap materi  peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bila mana warga masyarakat melakukan pelanggaran hukum karena tidak tahu bahwa perbuatan itu dilarang, maka aparatur negara pun sebenarnya ikut bersalah, karena akibat yang ditimbulkan sangat merugikan dan akan sulit mengembalikannya kepada keadaan semula.
              Dengan kesadaran hukum yang dimilikinya, masyarakat akan mematuhi dan menjalankan hukum dengan rasa sukarela bahkan merasakan hukum itu merupakan kebutuhan. Demikian juga kelancaran arus informasi hukum yang disebarluaskan melalui saluran komunikasi atau pun inprastruktur informasi modern,  sangat banyak membantu dalam pelaksanaan tugas penyelenggara negara, penegak hukum, kalangan akademisi dan profesi lainnya.
             Informasi hukum juga sangat diperlukan dalam kegiatan perencana dan perancang peraturan perundang-undangan. Dalam tahapan perencanaan, pengkajian, penyusunan naskah akademis dan harmonisasi perlu dukungan informasi hukum yang lengkap dan akurat. Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka naskah rancangan peraturan tersebut sulit dipertanggung jawabkan, baik dari segi praktis mapun ilmiahnya.
           Semua informasi hukum saat ini sudah ada di internet. Kalau ingin memperoleh informasi peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan daerah sudah banyak tersedia di internet, tidak perlu datang ke Jakarta atau studi banding ke daerah lain, karena untuk mengakses internet dapat dilakukan kapan dan di mana saja. Oleh karena itu, mau tidak mau,  jika hukum dianggap sebagai suatu sistem, maka  informasi hukum harus ditempatkan sebagai satu komponen dalam sistem hukum.  
             Sebenarnya dengan adanya website informasi hukum, tidak perlu lagi ada Lembaran Negara/Daerah dan Tambahan Lembaran Negara/Daerah, karena untuk mengumumkan suatu peraturan baru cukup dimasukkan ke dalam website. Ini cara baru mempublikasikan peraturan perundang-undangan yang baru diundangkan. Lembaran Negara/Daerah dan Tambahan Lembaran Negara/Daerah cukup merupakan kesatuan referensi. Dengan demikian fungsi Lembaran Negara/Daerah dan Tambahan Lembaran Negara/Daerah cukup untuk keperluan kesatuan dokumen sebagai rujukan agar tidak ada penyimpangan, sedangkan untuk media pengumuman harus memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi.

 C. PENYEBARLUASAN INFORMASI HUKUM MELALUI JARINGAN
   DOKUMENTASI DAN INFORMASI (JDI) HUKUM

    Sejarah Singkat JDI Hukum
                Seminar Hukum Nasional III di Surabaya pada tahun 1974 merekomendasikan perlu adanya suatu kebijakan nasional untuk mulai menyusun suatu Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi (JDI) Hukum, agar dapat berfungsi secepatnya. Rekomendasi ini lahir mengingat dokumentasi dan informasi hukum yang ada di Indonesia pada waktu itu masih dalam keadaan lemah dan kurang mendapat perhatian. Pada hal keberadaan dokumentasi dan informasi hukum merupakan syarat mutlak untuk membangun hukum nasional.
                Merespon rekomendasi tersebut, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) berinisiatif menyelenggarakan lokakarya di berbagai tempat dari tahun 1975 sampai dengan 1978. Lokakarya ini membahas agenda pokok yang berkaitan dengan upaya terwujudnya JDI Hukum dan menyusun program-program kegiatannya. Selain itu, peserta lokakarya menyepakati BPHN sebagai Pusat JDI Hukum yang berskala nasional dengan anggota Biro-biro Hukum Departemen, LPND, Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, dan Pemda Tingkat I.
           Kemudian para pakar meletakkan landasan pembinaan dan pengembangan JDI Hukum ke dalam 5 (lima) aspek, yaitu : (a) Organisasi dan Methoda; (b) Personalia dan diklat; (c) Koleksi dan Teknis (d) Sarana dan Prasarana; (e) Mekanisme dan Otomasi
                  
   Landasan Hukum
            Keputusan Nomor: 91 tahun 1999 tentang Sistem Jaringan Dokumentasi Hukum Nasional sebagai landasan hukum untuk pengembangan JDI Hukum ke arah yang lebih baik. Keputusan Presiden ini menetapkan Pemerintah Provinsi sebagai Pusat JDI Hukum di wilayah dan memperluas keanggotaan JDI Hukum dengan memasukkan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pengadilan Tingkat Banding dan Tingkat Pertama, Pusat Dokumentasi di Perguruan Tinggi, selanjutnya kepada Menteri Hukum dan HAM diberikan kewenangan untuk menetapkan lembaga lain yang bergerak di bidang pengembangan dokumentasi dan informasi hukum sebagai anggota JDI Hukum.
             Untuk memberikan pemahaman yang sama, Keputusan Presiden tersebut telah memberikan pengertian,  fungsi dan tugas JDI Hukum. Pengertian JDI Hukum adalah suatu sistem pendayagunaan bersama peraturan perundang-undangan dan bahan dokumentasi lainnya secara tertib, terpadu dan berkesinambungan serta merupakan sarana pemberian pelayanan informasi hukum  secara mudah, cepat dan akurat.
              Adapun maksud dan tujuan JDI Hukum adalah mengumpulkan sebanyak mungkin dokumen, data dan informasi hukum (seperti undang-undang, peraturan pemerintah Peraturan Daerah, hasil penelitian hukum, putusan pengadilan dan bahan dokumentasi lainya) untuk dapat memberikan pelayanan secara cepat, mudah dan akurat serta mutakhir kepada siapa saja yang memerlukan, baik pejabat pengambil kebijakan atau keputusan para pelaku pembangunan hukum, dan profesi maupun  praktisi hukum, dosen, mahasiswa dan masyarakat pada umumnya.
              Fungsi JDI Hukum adalah  sebagai salah satu upaya (a)  penyediaan sarana pembangunan bidang hukum; (b)  peningkatan penyebarluasan pemahaman dan pengetahuan hukum; (c) lebih memudahkan pencarian dan penelusuran peraturan perundang-undangan dan bahan dokumentasi lainnya; (d)  peningkatan pemberian pelayanan pelaksanaan penegakan hukum dan kepastian hukum.
            Dalam rangka pelaksanaan fungsi tersebut, anggota jaringan bertugas untuk menyelenggarakan (a) penyimpanan dan pengolahan dokumentasi peraturan perundang-undangan dan dokumentasi hukum lainnya yang ditetapkan atau dimiliki instansi anggota jaringan atau yang diterima dari Pusat Jaringan; (b) penyampaian salinan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan atau disahkan oleh Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota atau pimpinan instansi/Lembaga pemerintah lainnya kepada Pusat Jaringan; (c) penyediaan dan penyebarluasan informasi segala peraturan perundang-undangan dan bahan dokumentasi hukum lainnya yang tersedia kepada instansi dan masyarakat yang memerlukan; (d) pengembangan tenaga pengelola dan sarana dokumentasi dan informasi hukum di lingkungan instansinya; (e) evaluasi secara berkala terhadap pengelolaan JDI Hukum di lingkunganya dan melaporkan hasilnya kepada Pusat Jaringan.
            Memperhatikan pengertian, fungsi JDI Hukum dan tugas Anggota Jaringan tersebut, maka sasaran yang ingin  dicapai JDI Hukum, yaitu terwujudnya suatu kondisi di mana dokumentasi Peraturan perundang-undangan dan dokumentasi lainnya  tertata dengan baik dan dapat memberikan akses pelayanan informasi hukum secara cepat, mudah dan akurat kepada warga masyarakat pengguna informasi.
           Untuk mendokumentasikan informasi hukum, baik secara manual maupun otomasi, BPHN selaku Pusat Jaringan telah menghimpun peraturan perundang-undangan dan dokumentasi hukum lainnya sekaligus memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat pengguna informasi hukum secara gratis. Upaya ini telah dirintis sejak pemikiran awal pembentukan JDI Hukum yang muncul pada Seminar Hukum Nasional III tahun 1974 di Surabaya.
          Dalam pengelolaan JDI hukum selama ini, BPHN telah menjalankan peran sebagai Pusat Jaringan dan seluruh anggota Jaringan mengakui eksistensinya. Keberadaan JDI Hukum telah memperoleh dasar hukum berupa Keputusan Presiden Nomor 91 tahun 1999. Dengan dasar ini Pusat Jaringan mendapat legitimasi untuk membina dan mengembangkan seluruh kegiatan anggota jaringan, terutama dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga anggota jaringan meningkatkan dan mempercepat akses informasi hukum sampai keseluruh pelosok nusantara. Dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi berbasis web akan tercipta  suatu sistem pemberdayaan bersama antara Pusat Jaringan dengan Anggota Jaringan serta antar Anggota Jaringan dalam pendokumentasian dan penyebarluasan peraturan hukum dan bahan hukum lainnya secara tertib, terpadu dan berkesinambungan serta menjadi sarana pemberian pelayanan  informasi hukum secara cepat, mudah dan akurat.
             Bahan dokumentasi hukum yang harus diolah semakin lama semakin meningkat, baik dari segi jumlah maupun jenis, bentuk dan sifat terbitan serta semakin tingginya frekuensi penerbitan peraturan perundang-undangan. Dalam kondisi yang demikian pengelolaan secara manual sudah tidak memadai lagi, sehingga diperlukan bantuan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan daya tampung penyimpanan, mempercepat proses dan penyebarluasan informasi hukum yang tidak terikat  oleh ruang dan waktu.
             Berbagai upaya yang dilakukan Pusat Jaringan dalam membina dan mengembangkan JDI Hukum dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi telah berada pada jalur yang tepat. Untuk itu diperlukan kesungguhan dan ketekunan dengan mengerahkan segala daya dan potensi yang ada dalam mewujudkan suatu JDI Hukum yang handal karena pada dasarnya pembangunan JDI Hukum merupakan tulang punggung pembangunan hukum yang terus berproses tanpa henti (never ending process)
             Meskipun kehadiran internet yang semakin canggih, bukan berarti  perpustakaan atau lembaga lain yang sejenis akan bubar atau ketinggalan jaman. Internet juga punya kelemahan yang dapat dilihat dari beberapa kasus berikut : (a) Internet bukanlah segalanya. Tidak mungkin semua informasi yang kita butuhkan ada di internet; (b) di internet tidak ada katalog; (c) tidak ada kontrol tentang kualitas  informasi di internet; (d) buku atau tulisan lengkap yang baru terbit, tidak mungkin diedarkan secara gratis melalui internet sebab menyangkut hak cipta; (e) sampai saat ini  perguruan tinggi mana pun masih memerlukan buku sebagai koleksi dan referensi; (f) internet memerlukan peralatan teknologi  yang relatif mahal, sedangkan buku tidak; (g) buku tidak memerlukan listrik, internet perlu.; dll.
             Dengan melihat kasus-kasus tersebut di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa internet tidak bisa menggantikan kedudukan perpustakaan. Dalam tataran praktis, perpustakaan  masih tetap menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat, terutama untuk lingkungan lembaga pendidikan, setidaknya sebagai pusat sumber belajar bersama yang relatif murah, lengkap dan mendalam.

D. PENUTUP
          Eksistensi hukum sebagai aturan sangat dipengaruhi oleh sejauh mana pemahaman hukum dan kesadaran hukum masyarakat dalam menyerap dan mencerna informasi hukum yang tengah berlaku maupun yang telah diubah atau pun dicabut. Agar ketentuan hukum dapat berlaku efektif di tengah kehidupan bermasyarakat serta dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan bernegara dan berbangsa, kelancaran arus informasi hukum harus terjamin serta dikomunikasikan dengan baik. Oleh karena itu informasi hukum tidak hanya perlu disosialisasikan atau dilakukan penyuluhan hukum saja, tetapi juga harus dilakukan pengembangan sarana komunikasi atau pun infrastruktur informasi yang modern agar dapat diakses dengan mudah dan terjangkau oleh masyarakat.
             Untuk menunjang semua upaya pembangunan hukum, data dan informasi hukum yang lengkap, akurat dan up to date merupakan conditio sine qua non, sehingga penyediaan sarana dan prasarana fisik maupun non fisik sistem informasi tersebut harus terus ditingkatkan, sesuai dengan syarat-syarat ilmu pengetahuan dan teknologi yang modern, sekaligus ditingkatkan pendayagunaannya.
              Keberadaan dan pengelolaan JDI Hukum yang lengkap, tertib dan berkelanjutan merupakan  salah satu faktor utama yang perlu diperhatikan dalam mendukung proses pembangunan di bidang hukum.
            Sistem Informasi ini sangat tergantung pada sumber daya manusianya, the man behind the system, the man behind the information. Untuk itu perlu sumber daya manusia yang professional, yaitu  manusia yang memiliki ilmu di bidangnya dan terampil menerapkannya serta bermentalitas.             

         
                                                                                                       Jakarta, 20 April 2011







[1] Makalah disampaikan dalam acara diskusi  Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Lembaga  dan Antariksa Nasional (LAPAN) di  Jakarta  tanggal, 20 April  2011.
[2] Undang-undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan  Pasal 51 dan 52
[3] Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Fublik Pasal 7 ayat (1-7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar