Oleh
Ajarotni
Nasution, S.H., M.H
Kepala
Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum , BPHN
A. PENDAHULUAN
Untuk mewujudkan Indonesia yang demokratis berdasarkan hukum, mensyaratkan
pembangunan hukum nasional yang diarahkan kepada semakin terwujudnya sistem
hukum nasional yang mencakup (1) substansi hukum yang tercermin dalam berbagai
peraturan perundang-undangan yang seharusnya bersifat harmonis satu sama lain;
(2) kelembagaan hukum yang seharusnya tidak tumpang tindih satu sama lain,
termasuk aparat hukum; (3) kualitas sumber daya manusia yang membuat,
melaksanakan dan menegakkan peraturan perundang-undangan; (4) sistem informasi
hukum yang lengkap dan sistem
administrasi yang efisien, terbuka dan transparan; (5) kultur dan kepemimpinan
yang dapat dijadikan teladan dalam menggerakkan bekerjanya hukum.
Dari
kelima aspek tersebut, yang relevan dibahas di sini adalah aspek yang keempat,
yaitu sistem informasi hukum dan administrasi hukum. Hidup di jaman yang sangat
mengandalkan penguasaan informasi yang sebanyak-banyaknya, seluas-luasnya,
setepat-setepatnya dan secepat-cepatnya. Informasi yang demikian merupakan
kunci dalam mengambi keputusan yang
cepat dan akurat. Akan tetapi dalam praktik, kita menyaksikan informasi
hukum tidak merata, tidak lengkap dan tidak cepat, sehingga kualitas dan
produktifitas dalam mengambil keputusan juga terganggu. Makin banyak dan kompleks jenis dan bentuk peraturan, makin sulit pula menguasai
dan memahami informasi hukum. Sementara itu, Indonesia
menganut teori fiksi yang beranggapan bahwa begitu suatu aturan hukum sudah diundangkan dalam lembaran Negara/Daerah, maka
pada saat itu pula setiap orang dianggap mengetahuinya. Teori ini membenarkan
prinsip universal, yaitu persamaan di hadapan hukum (aquality before the law).
Teori fiksi memang bersifat anggapan,
karena tidak mencerminkan kenyataan yang sebenarnya. Di negara yang tingkat
kesejahteraan dan pengetahuan masyarakatnya merata, tentu teori fiksi tidak
menjadi persoalan. Di dalam masyarakat yang seperti ini informasi yang tersedia
dalam masyarakat bersifat simetris. Tetapi negara seperti Indonesia yang
wilayahnya begitu luas, jumlah penduduk yang begitu banyak, sudah barang tentu
sistem informasi hukum yang tersedia dalam masyarakat tidak merata. Rasanya
tidak adil untuk memaksakan berlakunya suatu aturan hukum kepada mereka yang
sama sekali belum mengerti hukum yang diberlakukan kepada mereka. Oleh karena
itu, di samping adanya kegiatan
pembuatan hukum dan penegakan hukum, juga memerlukan kegiatan pemasyarakatan
hukum yang sering diabaikan selama ini. Padahal hal inilah kunci tegaknya
hukum. Tanpa basis sosial yang menyadari hak dan kewajibannya secara hukum,
maka hukum apapun yang dibuat tidak akan efektif, tidak akan tegak dan tidak
akan ditaati dengan sungguh-sungguh.
B. DUKUNGAN
INFORMASI HUKUM TERHADAP PEMBANGUNAN DI
BIDANG
HUKUM
Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan telah mengatur jenis dan hierarkhi Peraturan
Perundang-undangan, termasuk Peraturan Desa di samping Peraturan Daerah. Selain
itu, ada pula kewajiban Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk
menyebarluaskan peraturan perundang-undangan yang telah diundangkan dalam
Lembaran Negara/Lembaran Daerah, agar khalayak mengetahui peraturan
perundang-undangan tersebut dan mengerti/memahami isi serta maksud-maksud yang
terkandung di dalamnya.[2]
Ditambah lagi dengan berlakunya
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-undang ini mengatur hak dan
kewajiban pemohon/pengguna informasi serta hak dan kewajiban Badan Publik. Badan
Publik wajib menyediakan, memberikan dan menerbitkan informasi publik yang
berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik. Untuk
melaksanakan kewajiban ini Badan Publik membangun dan mengembangkan sistem
informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan
efisien, sehingga dapat diakses dengan mudah. Dalam rangka memenuhi kewajiban
ini Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan non
elektronik.[3]
Penyelenggara negara wajib terus mensosialisasikan dan menyebarluaskan
berbagai peraturan hukum dengan menggunakan sarana teknologi informasi dan
komunikasi modern. Hal ini merupakan upaya preventif dan mengurangi
pelanggaran hukum yang disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat terhadap
materi peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Bila mana warga masyarakat melakukan pelanggaran hukum karena tidak
tahu bahwa perbuatan itu dilarang, maka aparatur negara pun sebenarnya ikut
bersalah, karena akibat yang ditimbulkan sangat merugikan dan akan sulit
mengembalikannya kepada keadaan semula.
Dengan kesadaran hukum yang dimilikinya, masyarakat akan mematuhi dan
menjalankan hukum dengan rasa sukarela bahkan merasakan hukum itu merupakan
kebutuhan. Demikian juga kelancaran arus informasi hukum yang disebarluaskan
melalui saluran komunikasi atau pun inprastruktur informasi modern, sangat banyak membantu dalam pelaksanaan
tugas penyelenggara negara, penegak hukum, kalangan akademisi dan profesi
lainnya.
Informasi hukum juga sangat
diperlukan dalam kegiatan perencana dan perancang peraturan
perundang-undangan. Dalam tahapan perencanaan, pengkajian, penyusunan
naskah akademis dan harmonisasi perlu dukungan informasi hukum yang lengkap dan
akurat. Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka naskah rancangan peraturan tersebut
sulit dipertanggung jawabkan, baik dari segi praktis mapun ilmiahnya.
Semua informasi hukum saat ini sudah ada
di internet. Kalau ingin memperoleh informasi peraturan perundang-undangan
tingkat pusat dan daerah sudah banyak tersedia di internet, tidak perlu datang
ke Jakarta atau studi banding ke daerah lain, karena untuk mengakses internet
dapat dilakukan kapan dan di mana saja. Oleh karena itu, mau tidak mau, jika hukum dianggap sebagai suatu sistem,
maka informasi hukum harus
ditempatkan sebagai satu komponen dalam sistem hukum.
Sebenarnya dengan adanya website informasi hukum, tidak perlu lagi ada
Lembaran Negara/Daerah dan Tambahan Lembaran Negara/Daerah, karena untuk
mengumumkan suatu peraturan baru cukup dimasukkan ke dalam website. Ini cara
baru mempublikasikan peraturan perundang-undangan yang baru diundangkan. Lembaran
Negara/Daerah dan Tambahan Lembaran Negara/Daerah cukup merupakan kesatuan
referensi. Dengan demikian fungsi Lembaran Negara/Daerah dan Tambahan Lembaran
Negara/Daerah cukup untuk keperluan kesatuan dokumen sebagai rujukan agar tidak
ada penyimpangan, sedangkan untuk media pengumuman harus memanfaatkan kemajuan
teknologi komunikasi dan informasi.
C. PENYEBARLUASAN INFORMASI HUKUM MELALUI JARINGAN
DOKUMENTASI
DAN INFORMASI (JDI) HUKUM
Sejarah
Singkat JDI Hukum
Seminar Hukum Nasional III di Surabaya pada tahun 1974 merekomendasikan
perlu adanya suatu kebijakan nasional untuk mulai menyusun suatu Sistem
Jaringan Dokumentasi dan Informasi (JDI) Hukum, agar dapat berfungsi
secepatnya. Rekomendasi ini lahir mengingat dokumentasi dan informasi hukum
yang ada di Indonesia pada waktu itu masih dalam keadaan lemah dan kurang mendapat
perhatian. Pada hal keberadaan
dokumentasi dan informasi hukum merupakan syarat mutlak untuk membangun hukum
nasional.
Merespon rekomendasi tersebut, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)
berinisiatif menyelenggarakan lokakarya di berbagai tempat dari tahun 1975
sampai dengan 1978. Lokakarya ini membahas agenda pokok yang berkaitan dengan
upaya terwujudnya JDI Hukum dan menyusun program-program kegiatannya. Selain
itu, peserta lokakarya menyepakati BPHN sebagai Pusat JDI Hukum yang berskala
nasional dengan anggota Biro-biro Hukum Departemen, LPND, Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, dan Pemda Tingkat I.
Kemudian para pakar meletakkan landasan pembinaan dan pengembangan JDI
Hukum ke dalam 5 (lima) aspek, yaitu : (a)
Organisasi dan Methoda; (b) Personalia
dan diklat; (c) Koleksi dan Teknis (d) Sarana dan Prasarana; (e)
Mekanisme dan Otomasi
Landasan
Hukum
Keputusan Nomor: 91 tahun 1999 tentang Sistem Jaringan Dokumentasi Hukum
Nasional sebagai landasan hukum untuk pengembangan JDI Hukum ke arah yang lebih
baik. Keputusan Presiden ini menetapkan Pemerintah Provinsi sebagai Pusat JDI
Hukum di wilayah dan memperluas keanggotaan JDI Hukum dengan memasukkan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pengadilan Tingkat Banding dan Tingkat
Pertama, Pusat Dokumentasi di Perguruan Tinggi, selanjutnya kepada Menteri
Hukum dan HAM diberikan kewenangan untuk menetapkan lembaga lain yang bergerak
di bidang pengembangan dokumentasi dan informasi hukum sebagai anggota JDI Hukum.
Untuk memberikan pemahaman yang sama, Keputusan Presiden tersebut telah
memberikan pengertian, fungsi dan tugas
JDI Hukum. Pengertian JDI Hukum adalah suatu sistem pendayagunaan
bersama peraturan perundang-undangan dan bahan dokumentasi lainnya secara
tertib, terpadu dan berkesinambungan serta merupakan sarana pemberian pelayanan
informasi hukum secara mudah, cepat dan
akurat.
Adapun maksud dan tujuan JDI
Hukum adalah mengumpulkan sebanyak mungkin dokumen, data dan informasi
hukum (seperti undang-undang, peraturan pemerintah Peraturan Daerah, hasil
penelitian hukum, putusan pengadilan dan bahan dokumentasi lainya) untuk dapat
memberikan pelayanan secara cepat, mudah dan akurat serta mutakhir kepada siapa
saja yang memerlukan, baik pejabat pengambil kebijakan atau keputusan para
pelaku pembangunan hukum, dan profesi maupun
praktisi hukum, dosen, mahasiswa dan masyarakat pada umumnya.
Fungsi JDI Hukum adalah
sebagai salah satu upaya (a)
penyediaan sarana pembangunan bidang hukum; (b) peningkatan penyebarluasan pemahaman dan
pengetahuan hukum; (c) lebih memudahkan pencarian dan penelusuran peraturan
perundang-undangan dan bahan dokumentasi lainnya; (d) peningkatan pemberian pelayanan pelaksanaan
penegakan hukum dan kepastian hukum.
Dalam rangka pelaksanaan fungsi tersebut, anggota jaringan bertugas untuk
menyelenggarakan (a) penyimpanan dan pengolahan dokumentasi peraturan
perundang-undangan dan dokumentasi hukum lainnya yang ditetapkan atau dimiliki
instansi anggota jaringan atau yang diterima dari Pusat Jaringan; (b)
penyampaian salinan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan atau
disahkan oleh Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota atau pimpinan
instansi/Lembaga pemerintah lainnya kepada Pusat Jaringan; (c) penyediaan dan
penyebarluasan informasi segala peraturan perundang-undangan dan bahan
dokumentasi hukum lainnya yang tersedia kepada instansi dan masyarakat yang
memerlukan; (d) pengembangan tenaga pengelola dan sarana dokumentasi dan
informasi hukum di lingkungan instansinya; (e) evaluasi secara berkala terhadap
pengelolaan JDI Hukum di lingkunganya dan melaporkan hasilnya kepada Pusat
Jaringan.
Memperhatikan pengertian, fungsi JDI Hukum dan tugas Anggota Jaringan
tersebut, maka sasaran yang ingin dicapai JDI Hukum, yaitu terwujudnya
suatu kondisi di mana dokumentasi Peraturan perundang-undangan dan dokumentasi
lainnya tertata dengan baik dan dapat
memberikan akses pelayanan informasi hukum secara cepat, mudah dan akurat
kepada warga masyarakat pengguna informasi.
Untuk
mendokumentasikan informasi hukum, baik secara manual maupun otomasi, BPHN
selaku Pusat Jaringan telah menghimpun peraturan perundang-undangan dan
dokumentasi hukum lainnya sekaligus memberikan akses seluas-luasnya kepada
masyarakat pengguna informasi hukum secara gratis. Upaya ini telah dirintis
sejak pemikiran awal pembentukan JDI Hukum yang muncul pada Seminar Hukum
Nasional III tahun 1974 di Surabaya.
Dalam pengelolaan JDI hukum selama ini, BPHN telah menjalankan peran
sebagai Pusat Jaringan dan seluruh anggota Jaringan mengakui eksistensinya.
Keberadaan JDI Hukum telah memperoleh dasar hukum berupa Keputusan Presiden
Nomor 91 tahun 1999. Dengan dasar ini Pusat Jaringan mendapat legitimasi untuk
membina dan mengembangkan seluruh kegiatan anggota jaringan, terutama dalam
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga anggota jaringan
meningkatkan dan mempercepat akses informasi hukum sampai keseluruh pelosok
nusantara. Dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi berbasis web akan
tercipta suatu sistem pemberdayaan
bersama antara Pusat Jaringan dengan Anggota Jaringan serta antar Anggota
Jaringan dalam pendokumentasian dan penyebarluasan peraturan hukum dan bahan
hukum lainnya secara tertib, terpadu dan berkesinambungan serta menjadi sarana
pemberian pelayanan informasi hukum
secara cepat, mudah dan akurat.
Bahan dokumentasi hukum yang harus diolah semakin lama semakin
meningkat, baik dari segi jumlah maupun jenis, bentuk dan sifat terbitan serta
semakin tingginya frekuensi penerbitan peraturan perundang-undangan. Dalam
kondisi yang demikian pengelolaan secara manual sudah tidak memadai lagi,
sehingga diperlukan bantuan teknologi informasi dan komunikasi untuk
meningkatkan daya tampung penyimpanan, mempercepat proses dan penyebarluasan
informasi hukum yang tidak terikat oleh
ruang dan waktu.
Berbagai upaya yang dilakukan Pusat Jaringan dalam membina dan
mengembangkan JDI Hukum dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
telah berada pada jalur yang tepat. Untuk itu diperlukan kesungguhan dan
ketekunan dengan mengerahkan segala daya dan potensi yang ada dalam mewujudkan
suatu JDI Hukum yang handal karena pada dasarnya pembangunan JDI Hukum
merupakan tulang punggung pembangunan hukum yang terus berproses tanpa henti (never
ending process)
Meskipun kehadiran internet yang semakin canggih, bukan berarti perpustakaan atau lembaga lain yang sejenis
akan bubar atau ketinggalan jaman. Internet juga punya kelemahan yang dapat
dilihat dari beberapa kasus berikut : (a) Internet bukanlah segalanya. Tidak
mungkin semua informasi yang kita butuhkan ada di internet; (b) di internet
tidak ada katalog; (c) tidak ada kontrol tentang kualitas informasi di internet; (d) buku atau tulisan
lengkap yang baru terbit, tidak mungkin diedarkan secara gratis melalui
internet sebab menyangkut hak cipta; (e) sampai saat ini perguruan tinggi mana pun masih memerlukan
buku sebagai koleksi dan referensi; (f) internet memerlukan peralatan
teknologi yang relatif mahal, sedangkan
buku tidak; (g) buku tidak memerlukan listrik, internet perlu.; dll.
Dengan melihat kasus-kasus tersebut di atas, kita bisa menyimpulkan
bahwa internet tidak bisa menggantikan kedudukan perpustakaan. Dalam tataran
praktis, perpustakaan masih tetap
menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat, terutama untuk lingkungan
lembaga pendidikan, setidaknya sebagai pusat sumber belajar bersama yang
relatif murah, lengkap dan mendalam.
D. PENUTUP
Eksistensi hukum sebagai aturan sangat
dipengaruhi oleh sejauh mana pemahaman hukum dan kesadaran hukum masyarakat
dalam menyerap dan mencerna informasi hukum yang tengah berlaku maupun yang
telah diubah atau pun dicabut. Agar ketentuan hukum dapat berlaku efektif di
tengah kehidupan bermasyarakat serta dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
bernegara dan berbangsa, kelancaran arus informasi hukum harus terjamin serta
dikomunikasikan dengan baik. Oleh karena itu informasi hukum tidak hanya perlu
disosialisasikan atau dilakukan penyuluhan hukum saja, tetapi juga harus
dilakukan pengembangan sarana komunikasi atau pun infrastruktur informasi yang
modern agar dapat diakses dengan mudah dan terjangkau oleh masyarakat.
Untuk menunjang semua upaya
pembangunan hukum, data dan informasi hukum yang lengkap, akurat dan up to
date merupakan conditio sine qua non, sehingga penyediaan sarana dan
prasarana fisik maupun non fisik sistem informasi tersebut harus terus ditingkatkan,
sesuai dengan syarat-syarat ilmu pengetahuan dan teknologi yang modern,
sekaligus ditingkatkan pendayagunaannya.
Keberadaan dan pengelolaan JDI Hukum yang lengkap, tertib dan
berkelanjutan merupakan salah satu
faktor utama yang perlu diperhatikan dalam mendukung proses pembangunan di
bidang hukum.
Sistem Informasi ini sangat
tergantung pada sumber daya manusianya, the man behind the system, the man
behind the information. Untuk itu perlu sumber daya manusia yang professional,
yaitu manusia yang memiliki ilmu di
bidangnya dan terampil menerapkannya serta bermentalitas.
Jakarta, 20 April 2011
[1] Makalah disampaikan dalam acara
diskusi Jaringan Dokumentasi dan
Informasi Hukum (JDIH) Lembaga dan
Antariksa Nasional (LAPAN) di Jakarta tanggal, 20 April 2011.
[2] Undang-undang tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan Pasal 51
dan 52
[3] Undang-undang tentang Keterbukaan
Informasi Fublik Pasal 7 ayat (1-7)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar